TEMPO.CO, Jakarta - Akhir-akhir ini sosial media sedang dihebohkan oleh tantangan skullbreaker di aplikasi TikTok. Tantangan ini dilakukan oleh tiga orang yang berbaris sejajar, lalu orang yang berada di tengah akan melompat dan kakinya dijegal oleh dua orang di sisi kanan dan kirinya. Hal ini bisa mengakibatkan orang yang berada di tengah jatuh dan kepala belakang membentur lantai.
Menurut Psikolog Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, menyayangkan berbagai dampak buruk media sosial, salah satunya adalah tantangan-tangan yang menjadi viral. Hamdi mengatakan banyaknya masyarakat yang mengikuti berbagai tantangan di media sosial itu karena ada naluri tersendiri. "Dalam dunia psikologi ada naluri sensation seeking yaitu kebutuhan untuk mendapatkan atau mencari sensasi yang baru, biasanya untuk menghilangkan kebosanan," katanya saat ditemui usai acara peluncuran buku Basuki Tjahaja Purnama, di Kantor Tempo, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Senin 17 Februari 2020.
Media sosial membuat semua berlomba untuk mendapatkan pengakuan dan juga pengikut. Ia mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang pembosan. Ia mengibaratkan manusia yang bosan seperti kucing yang akan ngejar-ngejar tikus hanya untuk dijadikan mainan saja. "Manusia juga sama (suka bosan). Makanya manusia mencoba macam seni, variasi dan tantangan untuk mengatasi kejemuan. Nah selalu ada itu dalam diri kita untuk mencari sensasi baru," kata Hamdi Muluk.
Hamdi mengatakan dalam batas normal, masyarakat tentu akan memperhitungkan risiko bahaya dalam mencari obat kebosanan mereka. "Misalnya tiba-tiba kepingin naik gunung atau mau menyelam ya gakpapa, asal masih dalam batas kita tidak membahayakan diri," kata Hamdi.
Sebaliknya, ada masyarakat yang mengobati pencarian sensasi mereka hanya demi narsistik saja. Salah satu tujuannya adalah agar orang itu bisa dianggap penting dan patut untuk dikagumi. "Nah itu biasanya yang menjangkiti remaja - remaja yang sedang mencari jati diri. Jadi dia ingin narsis, ingin dilihat. Terus dia cari kelakuan yang aneh-aneh. Kadang gak mikir bahayanya," katanya.
Ia pun memberikan saran kepada orangtua yang memiliki remaja agar menyalurkan keinginan untuk mencari jati diri anaknya kepada hal yang lebih positif dan tidak mengandung bahaya. Orangtua juga harus menyadarkan kepada anak bahwa resiko tantangan yang viral di media sosial akan besar.
ALFI SALIMA PUTERI