TEMPO.CO, Jakarta - Berbagai upaya dilakukan perguruan tinggi untuk memenuhi kebutuhan calon mahasiswa baru untuk menghadapi pertumbuhan industri digital dan teknologi informasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), misalnya, selalu menempatkan program studi ilmu komunikasi dan hubungan internasional menjadi yang terfavorit.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM Erwan Agus Purwanto mengatakan pihaknya mengembangkan program sociopreneurship untuk memenuhi kebutuhan belajar para milenial dan Generasi Z. “Jadi, anak muda lulus bisa menciptakan lapangan kerja sendiri dan orang lain. Minimal mandiri,” kata Erwan saat ditemui Tempo di Yogyakarta, Rabu pekan lalu.
Program itu, kata dia, sudah dilakukan sebelum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan konsep Kampus Merdeka. Ia mengamati ada perbedaan karakter mahasiswa generasi lama yang kuliah di FISIP UGM dengan generasi kini. Dulu, mereka ingin menjadi pegawai pemerintahan maupun pejabat eksekutif di badan usaha milik negara. “Program sociopreneurship memang bukan berbentuk program studi baru, tapi bagian dari pengembangan Fisipol Creative Up atau semacam inkubator.”
Menurut dia, pola pembelajaran ke depan membuat mahasiswa tak hanya didorong sebagai pengusaha, tapi bisa mendeteksi persoalan yang muncul di dalam masyarakat. “Jadi, bisnis yang lebih ke sosial. Mahasiswa diajak memetakan persoalan sosial,” ujar Erwan. Mereka akan mendapat mentor selama 1-2 semester untuk mengembangkan usaha rintisan dengan pelatihan di coworking space yang dibangun. Tujuannya menjadi tempat kerja yang nyaman untuk kolaborasi mahasiswa antardisiplin ilmu.
Program sociopreneurship memantik banyak peminat, termasuk mahasiswa baru. Erwan menyebutkan sejumlah usaha start-up yang dibentuk juga punya potensi untuk mendirikan perseroan terbatas (PT) yang meliputi platform digital untuk mengelola keamanan digital dan renewable energy. “Jadi, kami tak hanya pelatihan, tapi kami bantu hingga menjadi perseroan.”
Baca Juga:
Berdasarkan Statistik Pendidikan 2018, terdapat 28.551 program studi yang tersebar di seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Jurusan di bidang pendidikan menjadi yang terbanyak dengan 6.127 program studi, disusul bidang teknik sebanyak 5.106 jurusan, dan 5.055 jurusan di bidang sosial-humaniora. Jumlah ini berpotensi bertambah setelah pemerintah meluncurkan program Kampus Merdeka yang memberikan otonomi perguruan tinggi negeri dan swasta untuk membuka dan mendirikan prodi baru.
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Padjadjaran Arief S. Kartasasmita mengatakan pihaknya akan menyiapkan modul-modul belajar dan membuat pendidikan tidak bergelar untuk memperkenalkan dunia kerja kepada mahasiswa. Menurut dia, kebijakan itu segaris dengan kebijakan Kampus Merdeka. “Semacam course-course tapi bisa diberi gelar. Mahasiswa bisa mengambil sebagian dari modul belajar itu,” ujar dia.
Meski begitu, ia memastikan bahwa Unpad tidak akan langsung membuka program studi baru. Menurut dia, tidak ada hubungan antara gelar sarjana dan ketersediaan lapangan pekerjaan. “Sebagian jurusan favorit itu memang ada yang masih banyak dibutuhkan dunia kerja, ada juga yang tidak. Yang penting kompetensinya,” tutur Arief.
Sementara itu, di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, program studi favorit diprediksi tidak akan berubah banyak. Program studi hukum, kedokteran, psikologi, dan teknik sipil akan tetap populer dengan mempertimbangkan prospek kerja di masa mendatang.
Pada 2020, UII juga membuka program studi rekayasa tekstil yang masuk dalam Fakultas Teknik Industri. “Ada permintaan untuk membuka prodi itu karena untuk memenuhi kebutuhan spesifik di industri,” kata Direktur Pembinaan Kemahasiswaan UII Beni Suranto. Program studi ini diklaim sebagai yang pertama di perguruan tinggi di Indonesia.
ANWAR SISWADI