TEMPO.CO, Jakarta - Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada 2019 menemukan hampir 2.000 hoaks tersebar di Indonesia. Rupanya, 10 persen di antaranya berhubungan dengan kesehatan.
“Artinya, hoaks kesehatan menduduki peringkat kedua setelah pemerintah dan politik,” kata Ketua Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia, dokter Mahesa Paranadipa, dalam media briefing di Jakarta pada Sabtu, 29 Februari 2020.
Lalu, apa yang menyebabkan begitu banyak hoaks kesehatan di Indonesia? Mahesa menjelaskan tiga alasan terbesarnya. Pertama adalah karena kampanye antimedikalisasi yang diterapkan oleh sejumlah kelompok. Umumnya, mereka ingin menunjukan bahwa pengobatan dengan ahli dapat sangat tidak aman.
“Contohnya, dulu heboh bisa sembuh dengan anak yang mencelupkan jarinya ke air dan diminum. Itu kan salah. Padahal, kalau mau sehat kuncinya berobat pada ahli yang sudah terbukti klinis dan teruji,” jelasnya.
Alasan lain dari banyaknya hoaks kesehatan itu adalah strategi bisnis dari beberapa perusahaan. Menurut Mahesa, hal ini dilakukan agar keuntungan yang didapat semakin berlipat.
Baca Juga:
“Sebenarnya, ini sudah masuk ke area kriminal karena penipuan dilakukan lewat hoaks. Bisa diusut hukum,” tegasnya.
Terakhir, hoaks kesehatan juga kerap muncul sebagai bentuk kritik terhadap kebijakan pemerintah. Sebenarnya, ini merupakan hal yang normal lantaran hoaks biasanya disampaikan dalam bentuk candaan. Meski demikian, Mahesa mengimbau agar setiap orang selalu waspada dengan berita bohong.
“Pahami betul kredibilitas informasi yang diterima agar tidak termakan hoaks,” tuturnya.