Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Glaukoma Kerap Telat Terdeteksi, Akibatnya Kebutaan

Reporter

image-gnews
Aminah Cendrakasih menjalani syuting film Si Doel The Movie 2 di Studio Toha, Ciputat, Tangerang Selatan, 12 Desember 2018. Aktris berusia 80 tahun ini masih bersemangat mengikuti syuting mesti menderita glaukoma dan lumpuh. TEMPO/Nurdiansah
Aminah Cendrakasih menjalani syuting film Si Doel The Movie 2 di Studio Toha, Ciputat, Tangerang Selatan, 12 Desember 2018. Aktris berusia 80 tahun ini masih bersemangat mengikuti syuting mesti menderita glaukoma dan lumpuh. TEMPO/Nurdiansah
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Glaukoma masuk dalam kategori penyakit yang bersifat kronik dan membutakan, serta berdampak terhadap kualitas hidup dengan signifikan. Tidak hanya karena gangguan penglihatan yang disebabkannya namun juga akibat kebutuhan akan pengobatan yang intensif, berkepanjangan, dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Di Indonesia, permasalahan glaukoma masih memprihatinkan karena pasien seringkali mencari pengobatan pada stadium lanjut dan penglihatan pada glaukoma sudah terganggu. Berbeda dengan penderita katarak yang dapat direhabilitasi melalui operasi untuk mengembalikan fungsi penglihatan, pasien glaukoma mengalami kerusakan pada saraf optik, yang menyebabkan gangguan pada lapang pandang yang khas dan sifatnya permanen atau tidak dapat diperbaiki (irreversible).

Hasil survei Rapid Assesment of Avoidable Blindness (RAAB) di 15 propinsi di Indonesia periode 2014-2016, perkiraan rata-rata angka kebutaan sebesar 3 persen pada populasi penduduk yang berusia di atas 50 tahun. Glaukoma merupakan salah satu dari lima penyebab kebutaan terbesar, baik di dunia maupun di Indonesia.

Menurut rilis dari JEC, penderita umumnya tidak menyadari tanda-tanda awal glaukoma, sehingga baru memeriksakan diri ketika kondisi sudah sangat parah dan bahkan sudah mengalami kebutaan. Pada kondisi ini, area penglihatan pasien sudah menyempit, seperti melihat dari lubang kunci atau bahkan sudah mengalami kebutaan. Glaukoma disebut juga sebagai si pencuri penglihatan, karena gejala baru dikeluhkan saat sudah pada tahap lanjut.

Hal inilah yang membuat para dokter spesialis mata mengajak masyarakat untuk lebih memahami pentingnya deteksi dini dan terapi yang tepat pada kesehatan mata. Apabila terdeteksi glaukoma, maka dapat diambil langkah yang paling tepat dalam mencegah kebutaan akibat glaukoma.

Dengan melakukan penatalaksanaan glaukoma sedini mungkin, progresivitas glaukoma diharapkan dapat dikontrol dan kerusakan saraf mata yang terjadi dapat diperlambat sehingga dapat mencegah hilangnya penglihatan.

Sampai saat ini, belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan glaukoma secara total. Namun, dengan pemeriksaan yang menyeluruh, dapat ditentukan terapi yang tepat untuk mengontrol progresivitas penyakit.

Pasien harus menjalani pemeriksaan dan kontrol seumur hidup, juga penyesuaian obat atau tindakan tambahan, tergantung pada kondisi glaukoma. Pengobatan glaukoma dapat meliputi tatalaksana dengan obat-obatan, terapi laser, dan operasi glaukoma.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Prof. DR. Dr. Widya Artini Wiyogo, SpM(K), Guru Besar FKUI. (Dok. JEC)

Berangkat dari permasalahan glaukoma di Indonesia dan tantangan dalam penatalaksanaan pasien glaukoma yang dihadapi para dokter spesialis mata, Prof. Dr. dr. Widya Artini Wiyogo, Sp.M(K)., melakukan penelitian terkait hal tersebut. Ia baru saja dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada 29 Februari 2020.

Widya melihat salah satu solusi kunci untuk mengatasi tantangan glaukoma di Indonesia adalah melalui pengembangan sumber daya yang sudah ada, mencakup peningkatan keterampilan dokter mata umum dalam melakukan pembedahan primer glaukoma, serta peningkatan keterampilan dokter umum sebagai ujung tombak layanan kesehatan untuk melakukan skrining dan diagnosis glaukoma dengan tepat sejak stadium awal penyakit.

Selain itu, untuk menjawab tantangan glaukoma dalam sifatnya sebagai penyakit degeneratif yang terus meningkat dan menurunkan beban finansial kesehatan makro atas glaukoma, dunia kesehatan mata di Indonesia harus melakukan integrasi revolusi industri 4.0 melalui pemanfaatan teknologi, modernisasi sistem akses, dan pengelolaan data digital (cyber physical systems) ke dalam solusinya.

Widya adalah spesialis mata senior di RS Mata JEC yang memiliki spesialisasi dalam bidang glaukoma. JEC telah membuka Glaukoma Service, yang mengkhususkan dalam penyediaan perawatan komprehensif bagi pasien glaukoma, dengan dukungan 12 dokter spesialis glaukoma dan tenaga medis yang mumpuni, serta penggunaan perangkat berteknologi terkini, mulai dari pemeriksaan tekanan bola mata dengan akurasi yang sangat tinggi (Goldmann Applanation Tonometry), evaluasi struktur saraf mata (Optical Coherence Tomography dan Heidelberg Retinal Tomography), pemeriksaan luas lapang pandang (Humphrey Visual Field Perimetry), pemeriksaan sudut bilik mata depan (gonioscopy), hingga pemeriksaan ketebalan kornea mata (pachymetry).

Pada pasien yang memerlukan tindakan operasi, pasien dapat menjalani tindakan operasi dengan implant dan iStent (metode bedah terbaru dengan minimal invasive menggunakan small titanium implant). Pada terapi obat, JEC menyediakan obat-obatan khusus bagi pasien glaukoma yang hanya tersedia di JEC. Selain itu, JEC juga memberi kemudahan dengan membuat Member Glaukoma JEC, sehingga memudahkan pasien dalam menjalani terapi, baik dari sisi pengobatan maupun jadwal pemeriksaan.

Pengukuhan Widya sebagai guru besar tetap di FKUI menambah deretan dokter spesialis mata dari JEC yang menjadi Guru Besar Ilmu Penyakit Mata di FKUI. Gelar tersebut juga pernah diberikan kepada Almarhum Prof. Dr. Istiantoro Sukardi, SpM(K), guru dan praktisi bidang bedah katarak dan kornea, yang pernah menjabat sebagai Direktur di JEC dan merupakan salah satu pendiri JEC, dan Prof. Dr. Tjahjono D. Gondhowiarjo, SpM(K), PhD, guru dan praktisi bidang katarak dan kornea.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


3 Mitos Terkait Gerhana Matahari dan Penglihatan serta Faktanya

12 hari lalu

Ilustrasi menyaksikan gerhana matahari. AP/Shizuo Kambayashi
3 Mitos Terkait Gerhana Matahari dan Penglihatan serta Faktanya

Berikut tiga mitos terkait gerhana matahari dan penglihatan serta faktanya. Lindungi selalu mata saat menontonnnya.


4 Masalah Mata yang Mulai Mengganggu di Usia 40-an

13 hari lalu

Warga lanjut usia memeriksakan matanya dalam pelayanan kesehatan gratis di Kranji, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (31/1). Pemeriksaan diberikan kepada kalangan warga lanjut usia kurang mampu untuk mencegah bertambahnya angka kebutaan di Indonesia, khususnya perkotaan. TEMPO/Tony Hartawan
4 Masalah Mata yang Mulai Mengganggu di Usia 40-an

Setelah usia mencapai 40-an, risiko masalah mata pun meningkat dan perlu diwaspadai. Berikut empat masalah tersebut.


Guru Besar FKUI Sebut Kaitan Puasa Ramadan dan Upaya Mencegah Glaukoma

28 hari lalu

Visualisasi orang dengan glaukoma/JEC
Guru Besar FKUI Sebut Kaitan Puasa Ramadan dan Upaya Mencegah Glaukoma

Pakar sebut Puasa Ramadan jadi momen tepat menghindari glaukoma dengan mengurangi makanan manis pemicu diabetes.


JEC Group Edukasi Dini Bahaya Glaukoma

28 hari lalu

JEC Group Edukasi Dini Bahaya Glaukoma

Dalam rangka memperingati pekan glaukoma sedunia, JEC Group mengadakan diskusi media dengan tema "Gerakan Sadar Glaukoma: Guna Menyelamatkan Kualitas Hidup Kita"


Tak Hanya Ukur Tekanan Mata, Cegah Glaukoma Penyebab Kedisabilitasan Bisa Dideteksi

30 hari lalu

Ilustrasi Glaukoma. Wikipedia
Tak Hanya Ukur Tekanan Mata, Cegah Glaukoma Penyebab Kedisabilitasan Bisa Dideteksi

Salah satu faktor penyebab glaukoma sekunder adalah penyakit degeneratif.


Gejala Diabetes yang Terdeteksi di Mata, Bahaya Jika Didiamkan

32 hari lalu

Ilustrasi pemeriksaan mata. shutterstock.com
Gejala Diabetes yang Terdeteksi di Mata, Bahaya Jika Didiamkan

Ada beberapa gejala diabetes yang terdeteksi di mata dan bila didiamkan akan menyebabkan kehilangan penglihatan.


Macam Faktor Risiko yang Memperparah Glaukoma

34 hari lalu

Ilustrasi pemeriksaan mata. Shutterstock
Macam Faktor Risiko yang Memperparah Glaukoma

Dokter mata menyebut sejumlah faktor risiko yang dapat memperparah kondisi glaukoma, seperti faktor usia dan penyakit vaskular.


Perlunya Deteksi Dini untuk Perlambat Perkembangan Glaukoma

34 hari lalu

Ilustrasi pemeriksaan mata. shutterstock.com
Perlunya Deteksi Dini untuk Perlambat Perkembangan Glaukoma

Deteksi dini penting untuk mencegah glaukoma tidak semakin parah. Dokter mata sebut penyebabnya.


Cara Mengatasi Mata Merah, Kapan Harus Periksa ke Dokter?

36 hari lalu

ilustrasi periksa mata (pixabay.com)
Cara Mengatasi Mata Merah, Kapan Harus Periksa ke Dokter?

Dokter memberikan tips mengatasi mata merah. Namun bila tak juga sembuh maka harus diperiksakan ke dokter mata karena efeknya bisa serius.


5 Penyebab Mata Merah, Alergi sampai Infeksi

37 hari lalu

Ilustrasi mata gatal atau mata merah. shutterstock.com
5 Penyebab Mata Merah, Alergi sampai Infeksi

Ketika mata mengalami iritasi, pembuluh darah halus di bagian putih mata membengkak. Saat terjadi, maka tampaklah mata merah.