TEMPO.CO, Jakarta - Virus corona atau Covid-19 sudah masuk ke Indonesia sejak Senin, 2 Maret 2020. Presiden Joko Widodo bersama dengan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto pun telah mengkonfirmasi hal ini. “Ada dua yang positif corona. Ibu dan putrinya, dua orang itu di Indonesia. Sudah di rumah sakit Sulianti Saroso. Si ibu usia 64 tahun dan anaknya umur 31 tahun,” kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta.
Dengan ditemukannya kasus Covid-19 di Indonesia, masyarakat tentu langsung panik. Tak sedikit pula dari mereka yang berbelanja ke supermarket untuk menyetok makanan agar tidak pergi keluar rumah sehingga tak berisiko terpapar corona.
Menanggapi hal ini, psikolog dari Universitas Indonesia Reny Akbar Hawadi pun mengatakan bahwa rasa panik terjadi karena masyarakat ingin hidup tenang dan nyaman. “Ketika keamanan terancam, mereka tidak pikir panjang lagi sehingga melakukan sesuatu seperti berbelanja ini,” katanya saat dihubungi Tempo.co pada Selasa, 3 Maret 2020.
Meski begitu, Reny mengatakan bahwa berbelanja dengan menyetok makanan terlalu berlebihan pasti dipengaruhi oleh dua faktor negatif. Pertama adalah banyaknya sumber yang simpang siur dan tidak akurat. “Karena kekhawatiran selalu terjadi karena ketidaktahuan,” katanya.
Alasan kedua adalah sikap masyarakat yang suka mengimitasi orang lain. Menurut Reny, dengan banyaknya masyarakat berbelanja, membuat orang akan ikut kalud dan mengikuti hal serupa. “Padahal tindakan ini bisa membuat chaos di masyarakat,” katanya.
Untuk itu, Reni mengingatkan tentang pentingnya masyarakat mengenal dan mencari informasi. Misalnya saat ini sedang corona, supaya tidak langsung beli barang. “Mereka harus bisa menyaring berita, bersikap tenang, nalarnya jalan dan wajib memiliki second opinion. Perlu atau tidak langsung borong barang itu? Pastikan seluruhnya,” katanya.