TEMPO.CO, Jakarta - Psikolog Intan Erlita mengatakan kepanikan masyarakat akan virus corona terjadi lantaran tidak menyangka jika wabah tersebut masuk Indonesia.
"Mereka panik karena ada kondisi virus yang selama ini sudah sama-sama nonton, kemarin-kemarin mungkin kita merasa itu masih jauh dari negara kita, terus tiba-tiba kita kayak dibangunin dari mimpi, ini ada di negara kita, lalu timbullah kepanikan," kata Intan.
Menurut Intan, serangan panik dapat menular dengan mudah, apalagi jika diterpa dengan pemberitaan mengenai virus corona secara terus-menerus.
"Kita tahu kalau yang namanya panik itu menular. Menular dalam tanda kutip, panik sosial itu menular karena sebelumnya sudah nonton berita, negara tetangga kena virus corona, terus nimbun makanan. Nah, tanpa sadar itu terkonsep di otak kita," jelasnya.
"Begitu di negara Indonesia ada virus corona, beberapa orang mengulang pola itu karena takut terjadi seperti apa yang mereka lihat sebelumnya sampai akhirnya rasio akal sehat enggak berjalan," lanjutnya.
Intan mengatakan kepanikan semakin menjadi ketika ada orang yang menimbun makanan, masker, dan cairan pembersih tangan. Hal ini menimbulkan persepsi jika wabah virus corona sangat berbahaya.
"Yang bikin panik itu yang nimbun-nimbun karena di supermarket habis dibeli orang. Efek panik ini berasal dari ketakutan yang berlebih," ujar Intan.
Intan melanjutkan, "Virus ini wabah yang cukup mengerikan, kita boleh saja antisipasi tapi jangan berlebihan. Kalau hanya mau beli masker boleh tapi jangan sampai 3-6 boks. Kalau sekeluarga cuma berempat ya secukupnya saja. Hand sanitaizer boleh tapi secukupnya saja karena hanya untuk melindungi," tambahnya.
Intan menyarankan agar masyarakat tidak ikut menambah kepanikan dengan menyebarkan informasi yang tidak valid.
"Kita harus fokus pada diri kita dan keluarga aman, itu yang harus dilindungi. Tapi juga jangan terlalu santai karena virus ini nyata. Pokoknya segala sesuatu harus disikapi dengan secukupnya, waspada dan tahu apa yang harus kita ketahui," ujarnya.