TEMPO.CO, Jakarta - Virus corona bisa menyebar melalui aktivitas menyusui ibu kepada anaknya. Entah dari mana datangnya, namun informasi tak jelas itu menyebar cepat, termasuk di grup WhatsApp Komunitas Ayah ASI. Informasi yang datang setelah pemerintah memastikan ada dua warga Indonesia yang positif terjangkit virus corona, Senin lalu, itu mengagetkan co-founder Ayah ASI Indonesia Rahmat Hidayat dan anggota grup tersebut.
Informasi itu menjadi perbincangan hangat di grup percakapan selama beberapa saat. Rahmat dan beberapa teman lain bersepakat bahwa informasi itu harus segera diluruskan. “Teman-teman merasa perlu segera menaikkan informasi dari sisi lain,” kata dia kepada Tempo, Rabu lalu.
Beberapa anggota komunitas Ayah ASI Indonesia yang juga terdiri atas beberapa ahli nutrisi pun melakukan riset dari beberapa sumber, seperti kajian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Organisasi Pendidikan dan Penggalangan Dana untuk Anak-anak (UNICEF), hingga beberapa jurnal ilmiah lain. Mereka menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia menjadi bentuk yang lebih ringkas dan padat. Informasi singkat itu dikirim dan diterima oleh tim desain visual Ayah ASI untuk disosialisasi melalui platform media sosial Instagram id_ayahasi. “Pembuatannya sangat kilat, enggak sampai setengah hari,” ujar Rahmat.
Unggahan berjudul Tetap Menyusui Jika Ibu Terinfeksi Virus Corona berisi informasi tentang gejala dan tindakan pencegahan yang harus dilakukan ibu yang terinfeksi coronavirus. Selain itu, informasi tersebut menegaskan bahwa ASI tidak bisa menularkan dan tidak memiliki peran dalam menyebarkan virus pernapasan, sehingga ibu tetap bisa melanjutkan menyusui. Meski begitu, para ibu yang memiliki gejala demam, batuk, atau pilek diminta menggunakan masker, selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi, dan membersihkan bagian yang terkontaminasi dengan disinfektan.
Senin lalu, Presiden Jokowi mengumumkan bahwa dua warga Depok dinyatakan positif terjangkit virus corona, yakni MD, 64 tahun, dan NT, 31 tahun. Keduanya ibu dan anak. Ini kasus pertama di Indonesia. NT diduga tertular dari seorang perempuan berkewarganegaraan Jepang. Mereka bertemu secara tak sengaja di dua tempat di Jakarta pada pertengahan Februari lalu. Kedua pasien itu diisolasi di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso.
Secara global, hingga 5 Maret, sebanyak 95.481 orang terinfeksi virus dengan angka kematian mencapai 3.286. Meski begitu, WHO mencatat lebih dari separuh pasien, atau sekitar 53 ribu orang yang terinfeksi Covid-19, sembuh. Di Indonesia, terungkapnya dua kasus ini diwarnai kepanikan seperti panic buying hingga disinformasi tentang corona.
Rahmat mengatakan kepanikan tak sekali saja terjadi ketika wabah penyakit tertentu datang. Menurut dia, kesulitan terbesar dalam mengedukasi masyarakat tentang kesehatan adalah perilaku kesehariannya. Seseorang tidak akan ke rumah sakit apabila gejalanya belum betul-betul jelas. Seperti dalam kasus tuberkulosis yang memiliki gejala batuk dan menular melalui udara. “Orang seringnya kena batuk dianggap lumrah. Batuk dianggap bisa sembuh dengan sendirinya,” kata dia.
Bergiat di organisasi yang menangani persoalan kesehatan dan nutrisi, Rahmat menjelaskan, perilaku sehat masyarakat tidak bisa dibentuk dengan mudah. Orang lebih takut apabila terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV) ketimbang tuberkulosis. Padahal, kata dia, estimasi jumlah orang dengan infeksi tuberkulosis lebih banyak dibanding yang terinfeksi HIV, yang pola penularannya lebih sulit. “Orang mau batuk 100 hari dianggap biasa, padahal harusnya diperiksa dulu.”
Pendekatan Ayah ASI untuk mengkampanyekan pola hidup sehat setelah munculnya virus corona menuai respons baik. Menurut Rahmat, komunitasnya tetap berfokus pada isu kesehatan keluarga untuk mencegah penularan penyakit-penyakit berbahaya. “Pencegahan seharusnya lebih mudah. Kalau cuci tangan saja, itu sebenarnya ajaran lama. Tapi, pas corona ada, orang aware cara cuci tangan yang benar. Positifnya, orang jadi sadar meski kesannya terlambat,” ujarnya.