TEMPO.CO, Jakarta - Virus Corona yang mewabah membuat khawatir dunia. Di Indonesia, kepanikan semakin menjadi setelah Presiden Jokowi mengumumkan bahwa dua warga Depok dinyatakan positif terjangkit virus corona, yakni MD, 64 tahun, dan NT, 31 tahun pada Senin lalu. Keduanya ibu dan anak. Ini kasus pertama di Indonesia. NT diduga tertular dari seorang perempuan berkewarganegaraan Jepang. Mereka bertemu secara tak sengaja di dua tempat di Jakarta pada pertengahan Februari lalu. Kedua pasien itu diisolasi di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso.
Secara global, hingga 5 Maret, sebanyak 95.481 orang terinfeksi virus dengan angka kematian mencapai 3.286. Meski begitu, WHO mencatat lebih dari separuh pasien, atau sekitar 53 ribu orang yang terinfeksi Covid-19, sembuh. Di Indonesia, terungkapnya dua kasus ini diwarnai kepanikan seperti panic buying hingga disinformasi tentang corona.
Sejumlah kelompok sipil merespons masuknya virus corona ke Indonesia. Selain mengkampanyekan pola hidup sehat, mereka bergerak melalui berbagai medium, baik secara online maupun offline.
Pusat Inisiatif Strategis Pembangunan Indonesia (CISDI) pun punya cara tersendiri dalam edukasi kesehatan masyarakat. Satu bulan sebelum pengumuman pasien pertama akibat virus corona di Indonesia, mereka telah memprediksinya melalui unggahan di akun Instagram dengan judul “Jika novel coronavirus muncul di Indonesia?” pada 28 Januari lalu.
Unggahan itu tidak memberikan penjelasan apa pun dan baru sekadar mengingatkan soal kesiapan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan dalam menghadapi virus corona. “Kemungkinan kena lebih besar, karena letak Indonesia sudah diapit negara-negara yang sudah kena corona,” kata Koordinator Outreach and Partnership CISDI, Yeyen Yenuarizki, Rabu lalu.
Sepekan berselang, upaya surveilans kesehatan sebagai kunci menghadapi virus corona didengungkan. Direktur Kebijakan CISDI, Olivia Herlinda, mengatakan surveilans kesehatan ini selalu menitikberatkan pada kampanye di tingkat pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Para surveilans melakukan beberapa tindakan, seperti mencatat kasus penyakit berbahaya dan menular tertentu, mengambil data, dan mencari jejak kontak dari para pasien. “Mereka ini yang melakukan tracking untuk mengecek apakah di wilayah tertentu ada kasus seperti corona atau tidak.”
Olivia mengatakan pendekatan surveilans ini tidak hanya dilakukan untuk mendeteksi penyakit akibat virus corona, tapi juga penyakit lain, seperti demam berdarah, malaria, diare, dan tuberkulosis. Para surveilans atau relawan, yang mayoritas diisi anak muda, juga mendapat kesempatan langsung untuk mengedukasi masyarakat ihwal penyakit tertentu. “Kerja surveilans mencakup beberapa cara yang penting untuk epidemi dan pencegahan penyebaran penyakit,” ujar Olivia.
Diumumkannya dua pasien terjangkit virus corona membuat para relawan CISDI mengencangkan tali pinggang. Olivia menambahkan, saat ini pihaknya akan memanfaatkan para relawan Pencerah Nusantara, sebuah program untuk meningkatkan layanan kesehatan primer di daerah-daerah terpencil, untuk menyebarkan informasi tentang virus corona dan pencegahan yang efektif dengan mengutamakan pola hidup sehat masyarakat. Materi disiapkan dan para relawan membantu menyebarkannya. “Mereka ada di daerah dan lebih paham bagaimana mendekati daerahnya.”
Persoalan masuknya virus corona bukan satu-satunya prioritas bagi CISDI dalam kampanye hidup sehat. Mereka juga menaruh perhatian pada masalah gizi balita dan orang dewasa, penyakit kanker dan kesehatan reproduksi, hingga permasalahan gender. “Sebenarnya issue base kami ada di persoalan gizi dan kami selalu berdayakan anak muda,” tutur Olivia.
Adapun Manajer Komunikasi Indonesia One Health University Network (IndoHUN), Alexandra Suatan, mengatakan diseminasi informasi tentang virus corona dan penyakit berbahaya lain dilakukan melalui media sosial, seperti Instagram dan Facebook. Ia menilai langkah ini penting untuk menjangkau kebutuhan informasi masyarakat yang tergabung dalam jaringan IndoHUN. Secara berkala, kata dia, tim komunikasi IndoHUN mencari segala jenis informasi yang mewabah di dunia. “Kami juga mengkonfirmasi dengan cross-check ke web WHO, CDC, dan Kementerian Kesehatan,” kata dia.
Alex—sapaan akrabnya—mengatakan jaringan IndoHUN sudah memiliki keanggotaan sebanyak 34 fakultas di bidang kesehatan dari 20 universitas di Indonesia. Ia berfokus untuk berkolaborasi dan berkomunikasi guna meningkatkan masalah kesehatan yang terkait dengan zoonosis dan infeksi emerging.
Ia berharap, dengan adanya peningkatan kapasitas, setiap tenaga kesehatan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat ihwal pola hidup sehat. “Karena kendala yang paling sering kami rasakan setiap kegiatan edukasi di masyarakat umum itu soal exposure.”