TEMPO.CO, Jakarta - Perempuan lebih rentan mengalami depresi di lingkungan kerja dibandingkan laki-laki. Begitu kata Psikolog Lyly Puspa Palupi S. dari Sub Bagian Psikologi Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Sanglah Denpasar.
"Stres kerja bisa dialami oleh siapa saja, karyawan laki-laki atau perempuan, bisa usia muda maupun yang lebih tua. Yang juga menjadi faktor yang mempengaruhi ketahanan menghadapi stres adalah karakteristik kepribadian individu. Untuk depresi, penelitian-penelitian memang menunjukkan bahwa wanita lebih rentan untuk mengalaminya," kata Lyly.
Ia mengatakan pekerja laki-laki maupun perempuan memiliki kemungkinan mengalami stres kerja yang sama. Hal tersebut bergantung dari cara masing-masing individu mengelola diri saat menghadapi tekanan, ketidaknyamanan, dan tantangan di tempat kerja.
"Untuk jumlah karyawan yang stres cenderung meningkat. Estimasi saya, karena tekanan kerja juga bertambah, kemungkinan pendapatan dan kebutuhan juga kurang seimbang pada beberapa segmen atau jenis pekerjaan,"jelasnya.
Ia mengatakan faktor-faktor yang bisa menimbulkan depresi pada karyawan, yang disebabkan faktor pekerjaan, bisa bermacam-macam, di antaranya beban kerja yang terlalu berat, persaingan atau kompetisi antarkaryawan, relasi yang kurang kondusif antar karyawan, atau karyawan dengan atasan dan lingkungan kerja yang kurang kondusif, atau berbahaya.
Baca Juga:
"Untuk sampai pada kondisi depresi, biasanya ketika karyawan mengalami kondisi stres tak tertangani. Karyawan tidak mendapatkan coping stress atau manajemen stres yang baik, kemudian bisa berlanjut menjadi depresi atau masalah psikologis yang lain," jelasnya.
Lyly menjelaskan untuk mengatur mental seseorang saat mengalami tekanan di kantor yaitu dengan menyeimbangkan diri dan waktu antara pekerjaan dan hal-hal lain. Selain itu, menjalin relasi yang positif dan komunikasi dengan banyak orang, baik di tempat kerja, dengan keluarga, lingkungan di rumah, dan lainnya.
Pihaknya menyampaikan jika keluhan terus berlanjut, segera lakukan konsultasi dengan konselor di bagian SDM perusahaan, atau tenaga kesehatan jiwa seperti psikolog dan psikiater.
"Jika sampai pada kondisi ingin bunuh diri, faktor penyebabnya biasanya kompleks, antara lain faktor eksternal dan internal dari individu itu sendiri. Setiap individu punya daya tahan dan kerentanan yang berbeda dengan individu lain dalam menghadapi situasi sulit. Ada yang easy going, tegar, santai, tidak terlalu memikirkan masalah , cepat menemukan solusi dari masalah," katanya.
Di sisi lain, ada individu yang cukup rentan merasa terpuruk, sedih, kecewa jika menghadapi masalah, lebih fokus pada masalah dibandingkan dengan solusinya, tidak memiliki dukungan, kelompok yang memadai, yang bisa mendukungnya menghadapi saat sulit, sehingga berpotensi bunuh diri.