TEMPO.CO, Bandung - Jumlah orang dengan penyakit ginjal semakin hari semakin meningkat. Dokter Spesialis Penyakit Dalam Afiatin dari Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin mengatakan peningkatan jumlah orang dengan penyakit ginjal kronis ini bisa diakibatkan salah satunya karena gaya hidup sedentary alias maalas gerak (mager). “Malas bergerak dan aktivitas fisik rendah,” ujar Ketua Indonesian Renal Registry di sela hari peringatan Hari Ginjal Sedunia di Bandung Kamis 13 Maret 2020.
Menurutnya sebanyak 10 persen penduduk dunia mengalami penyakit ginjal kronis. Sementara di Indonesia ada 499 orang dari sejuta penduduk yang harus menjalani cuci darah atau hemodialisis akibat penyakit ginjal kronis.
Data yang dirilis Indenesian Renal Registry 2018 menyebutkan pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 yang menjalani cuci darah total sebanyak 13.2142 orang. “Penyebab terbanyak adalah 39 persen tekanan darah tinggi dan dari kencing manis 28 persen,” ujarnya lewat keterangan tertulis.
Prevalensi penyakit ginjal meningkat tajam. Pada 2018 di Indonesia terdapat 66 ribu pasien baru. Jumlah orang yang sakit ginjal pada stadium 1-4 sejumlah 3,8 persen dari total penduduk Indonesia. Pasien yang sudah pada stadium 5 atau berat membutuhkan cuci darah dan biayanya sangat besar. ”Pada 2018 saja menghabiskan biaya sekitar Rp 3 triliun,” kata Afiatin.
Faktor risiko penyakit ginjal yang terbanyak adalah hipertensi dan diabetes. Faktor risiko lain diantaranya memiliki riwayat penyakit ginjal kronis di keluarga, memiliki berat badan berlebih atau obesitas, kadar asam urat tinggi, punya batu ginjal. Faktor risiko lain yaitu pemakaian bahan yang berdampak pada ginjal, pemakaian obat-obatan tanpa pengawasan dokter, merokok dan berusia 50 tahun.