TEMPO.CO, Jakarta - Wabah corona ternyata berdampak pada pasien tuberkulosis, alias TBC. Koordinator lapangan Pejuang Tangguh (PETA) TBC Yulinda mengatakan pasien TBC semakin enggan memeriksakan diri dan memilih untuk mengundur waktu konsultasi dengan dokter.
Padahal kunjungan ke rumah sakit penting dilakukan guna mengontrol kesehatan mereka. “Saya diceritakan oleh teman-teman pendamping TB lewat grup Whatsapp kalau banyak yang takut ke rumah sakit karena itu adalah tempat rujukan corona,” katanya saat dihubungi Tempo.co pada Senin, 23 Maret 2020.
Tuberkulosis (TBC) adalah salah satu masalah kesehatan pada organ pernapasan yang pasiennya cukup tinggi di Indonesia. Berdasarkan Global TB Report 2018, sebanyak 842 ribu orang mengidap TBC. 23 ribu diantaranya ialah pasien resisten obat.
Mantan pasien TB resisten obat sejak 2011-2013 itu menjelaskan bahwa penyebaran virus corona memang sangat cepat. Ini juga diiringi dengan semakin banyak kasus kematian yang ditemui akibat corona. “Apalagi di rumah sakit sudah memiliki risiko tinggi untuk bertemu dengan pasien positif corona kan. Jadi banyak yang tidak berani ke dokter,” katanya.
Yulinda mengatakan pentingnya mematuhi kontrol kesehatan sesuai jadwal juga disampaikan PETA untuk pasien TB. “Kita pasti ada jadwal untuk cek dahak. Itu harus dipatuhi karena kalau kita tunda, hasilnya juga tertunda dan berhubungan juga dengan perkembangan kesehatan. Jadi kalau mau cepat sembuh, harus patuh ke dokter,” katanya.
Baca Juga:
Meski begitu, ia mengatakan bahwa organisasi yang dinaunginya selalu memberikan pengertian kepada pasien TBC. Salah satunya adalah dengan mengingatkan jika terdapat dua tempat berbeda untuk pasien corona dan poli umum. “Kalau terpisah itu risiko kontaminasinya rendah. Kita berikan penjelasan seperti itu supaya mereka mau kembali ke dokter,” katanya.