TEMPO.CO, Jakarta - Dalam menyikapi wabah corona, pemerintah mengerahkan seluruh tenaga medis untuk menangani, merawat dan memfokuskan diri pada penanganan virus corona. Meski begitu, penyakit tuberkulosis (TBC) yang telah terlebih dahulu menjadi penyakit pandemi dan masih menjadi masalah kesehatan pernapasan yang banyak diidap oleh masyarakat pun tak boleh dilupakan.
Direktur Eksekutif Stop Tuberkulosis Partnership Indonesia Heny Akhmad mengimbau agar pemerintah juga ikut mendukung penanganan TBC layaknya Covid-19. “Dalam situasi ini, kegiatan pencegahan-deteksi-pengobatan TBC harus terus berjalan dengan arahan yang jelas dari pemerintah kepada seluruh pemangku kepentingan,” katanya dalam keterangan pers yang diterima Tempo.co pada Senin, 23 Maret 2020.
Baca Juga:
Heny juga mengimbau agar pemerintah tetap memprioritaskan fasilitas kesehatan bagi pasien penyakit tuberkulosis. Ini termasuk pada institusi pelayanan kesehatan milik pemerintah maupun swasta. “Sehingga mereka mau dan mampu melayani pasien tuberkulosis yang sudah mengalami resisten obat (TBC RO) sesuai standar selama bangsa kita terus berjuang memerangi Covid-19,” katanya.
Badan Kesehatan Dunia memperkirakan di Indonesia ada 24 ribu orang sakit TBC RO setiap tahun, namun, hanya sekitar 9 ribu pasien terdiagnosis pada 2018. Ketua Perhimpunan Organisasi Pasien Tuberkulosis, Budi Hermawan mengutarakan, upaya untuk menemukan dan mengobati pasien TBC RO belum optimal dan semakin sulit dengan situasi saat ini. Maklum, rumah sakit menjadi rujukkan pemeriksaan Tes Cepat Molekuler. Pemerintah telah memberi mandat kepada 132 Rumah Sakit di berbagai provinsi untuk menghadapi pandemi corona ini. "Termasuk 100 diantaranya adalah rumah sakit rujukkan TBC RO. Selain itu, ruang rawat inap pasien TBC RO di rumah sakit perlu difungsikan untuk isolasi kasus wabah virus corona agar menekan penyebaran penyakit itu,” kata Budi Hermawan.
Padahal, pasien TBC RO tetap perlu meminum obat di layanan kesehatan. Sayangnya, dengan fokus pemerintah pada wabah corona, maka sebagian pasien TBC RO merasa takut untuk ke rumah sakit karena rumah sakit menjadi tempat rujukkan corona.
Seorang pendamping pasien TBC RO di Jakarta Timur, Paran, mengatakan ada contoh baik di salah satu puskesmas. Tim kesehatan puskesmas itu memberikan satu box masker kepada pasien untuk digunakan selama sebulan sehingga mereka merasa terlindungi, baik kesehatan maupun ekonomi. "Seperti yang kita tahu, di berbagai tempat harga masker sudah semakin melejit,” kata Paran.
Anggota Komisi Kesehatan DPR RI Putih Sari mengatakan bahwa dalam mengeliminasi TBC, dibutuhkan pula kerjasama dan tanggung jawab dari masyarakat sipil. “Tujuannya agar jangan sampai lebih banyak pasien yang tidak selesai berobat karena penanggulangan TBC juga akan semakin terdampak,” katanya.