TEMPO.CO, Jakarta - Masker N95 adalah jenis pelindung mulut dan hidung dengan efektivitas tertinggi. Dibandingkan masker bedah dan masker kain, ia memang bisa melindungi hingga partikel sekecil 0,03 mikron sehingga meminimalkan risiko mikroorganisme masuk.
Meski masker ini diprioritaskan bagi tenaga medis seperti dokter dan perawat yang berkontak langsung dengan pasien, memperhatikan cara penggunaannya secara benar tetap perlu dilakukan. Dari segi pemakaian, bolehkah ia digunakan berulang?
Sesuai dengan label yang tertera, seorang profesor bioteknologi di University of California, Berkeley, Amerika Serikat, Amy Herr mengatakan bahwa masker N95 hanya sekali pakai. “Disposable artinya tidak boleh digunakan ulang,” katanya seperti dilansir dari situs CNet.
Herr pun menjelaskan dampak yang ditimbulkan saat seseorang tetap memaksa menggunakan masker N95 berulang. Ini termasuk tingkat keefektivitasannya yang menurun. “Masker yang digunakan tenaga medis untuk menangani pasien sangat mungkin sudah terkontaminasi. Penggunaan berulang bisa mengurangi kemampuannya dalam menangkal virus,” katanya.
Lalu, bagaimana dengan alternatif penyemprotan atau pembersihan dengan alkohol di saat kelangkaan masker N95? Profesor kedokteran di University of California, San Francisco, David Rempel menjelaskan bahwa itu adalah hal yang salah. “Ini justru merusak bentuk asli dan struktur masker. Akibatnya semakin menurunkan efektivitasnya,” katanya seperti dilansir dari situs Insider.
Adapun alternatif lain yang disarankan Rempel sesuai dengan imbauan CDC (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat) untuk penggunaan masker N95 yang lebih baik. Ini termasuk pemakaian yang tidak bergantian dari satu orang ke lainnya. “Juga lebih baik jika dikenakan lebih lama daripada dilepas lalu digunakan kembali,” katanya.
SARAH ERVINA DARA SIYAHAILATUA | CNET | INSIDER