TEMPO.CO, Jakarta - Para peneliti dan pakar kesehatan di seluruh dunia sangat fokus mempelajari virus corona baru, temuan dan pemahaman baru membantu dalam pengelolaan penyakit yang lebih baik, dan juga membuka jalan bagi kemungkinan vaksin yang efektif sesegera mungkin. Dengan berfokus pada gejala dan faktor risiko yang dilaporkan, para peneliti melakukan studi terkait gejala, di mana faktor-faktor seperti obesitas, merokok, diabetes, polusi udara telah dieksplorasi.
Baru-baru ini, para peneliti telah mengeksplorasi hubungan antara Covid-19 dan hipertensi. Tekanan darah adalah kekuatan darah terhadap pembuluh darah. Tekanan darah normal untuk orang dewasa adalah 120/80 mmHg, dan setiap penyimpangan dari ini dianggap tidak sehat.
Pada dasarnya, tekanan darah tinggi terjadi ketika tekanan darah meningkat ke tingkat yang tidak sehat dan merupakan masalah kesehatan umum. Hipertensi biasanya berkembang selama beberapa tahun dan mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun. Namun, bahkan tanpa gejala, kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan organ, terutama otak, jantung, mata, dan ginjal.
Perawatan hipertensi termasuk pengobatan dan perubahan gaya hidup sehat. Jika tidak diobati, kondisi ini dapat menyebabkan masalah kesehatan, termasuk serangan jantung dan stroke.
Adakah hubungan virus corona dengan hipertensi? Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa kondisi kesehatan yang mendasarinya seperti hipertensi dapat meningkatkan risiko tertular SARS-CoV-2 dan menciptakan komplikasi gejala Covid-19.
Menurut sebuah penelitian, sekitar 28 persen dari orang yang dirawat dengan Covid-19 menderita hipertensi, di mana para peneliti menambahkan hipertensi sangat sering terjadi pada orang tua, dan orang yang lebih tua tampaknya berisiko tertular virus corona dan mengalami bentuk parah dan komplikasi Covid-19.
Obat yang paling umum diresepkan untuk individu dengan tekanan darah tinggi adalah inhibitor enzim (ACE) dan penghambat reseptor angiotensin (ARB), yang berada di bawah kelompok obat yang disebut renin-angiotensin antagonis-aldosterone system (RAAS).
Obat antagonis adalah zat yang bersifat memblokir. Obat-obatan ini pada gilirannya mengganggu aktivitas pada reseptor yang disebut ACE2, yang membuat virus corona masuk ke paru-paru sehingga memperburuk gejala dan infeksi pada sistem pernapasan.
Obat yang digunakan dalam pengobatan hipertensi telah terbukti meningkatkan jumlah reseptor ACE2, yang dapat meningkatkan risiko komplikasi pada pasien Covid-19 dengan hipertensi. Selain itu, obat-obatan juga dapat meningkatkan jumlah titik masuk untuk virus.
Obat-obatan secara teoritis dapat meningkatkan pengikatan SARS-CoV-2 ke paru dan efek patofisiologisnya, yang mengarah pada cedera paru yang lebih besar. Penelitian tentang hubungan antara Covid-19 dan hipertensi juga memiliki pandangan yang bertentangan.
Beberapa peneliti menyarankan ARB sebagai pengobatan potensial untuk Covid-19, sementara beberapa mengusulkan ACE2 terlarut sebagai terapi. Gagasan ini disarankan dengan poin bahwa peningkatan kadar ACE2 dapat membantu membersihkan virus yang ada dalam tubuh pasien karena sifat pengikatannya dan dengan demikian mencegah virus mencapai paru-paru dan organ lain.
Obat-obatan hipertensi dapat mengurangi potensi pengembangan, baik sindrom gangguan pernapasan akut, miokarditis, atau cedera ginjal akut, yang dapat terjadi pada pasien Covid-19. Pengidap Covid-19 yang juga mengalami hipertensi harus melanjutkan pengobatannya karena tidak ada bukti kuat yang menyatakan bahwa penghambat ACE atau penggunaan ARB berbahaya atau bermanfaat.