TEMPO.CO, Jakarta - Pembatasan sosial selama Covid-19 memang bukan hal yang mudah dicerna anak-anak. Menurut Sarita Candra Merida dari Fakultas Psikologi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, kecerdikan orang tua menjelaskan situasi yang ada menjadi hal pokok.
Sarita menjelaskan orang tua dapat memanfaatkan media audiovisual yang edukatif, terutama edukasi pentingnya mencuci tangan. Orang tua juga harus mulai menunjukkan kepada anak-anak alasan tidak memperbolehkan bermain di luar rumah.
“Kita juga bisa menggunakan gambar yang berwarna mengenai virus Covid -19 ini dan media penyebarannya melaui gambar yang menarik dan warna-warni,” jelas Sarita.
Melalui informasi yang disampaikan secara audiovisual, gambar, maupun media lain yang penuh warna, anak-anak dapat belajar dan menangkap informasi yang disampaikan. Setelah diberikan tayangan video, anak didorong untuk melakukan perilaku seperti yang ada dalam tayangan tersebut.
Orang tua memberikan penjelasan dampak negatif atau positif jika anak melakukan tindakan tersebut. Berikut empat tahapan dalam mengedukasi anak perihal Covid-19.
Pertama, memberi perhatian ekstra pada detail kebutuhan anak. Orang tua dapat memberikan tayangan audio visual berupa video, gambar, alat peraga yang menarik sesuai tahap perkembangan usia anak sehingga mereka tertarik untuk melihat tayangan atau media tersebut hingga tuntas.
Kedua, melakukan representasi. Para pendamping, baik orang tua, pengasuh, maupun pendidik dapat mengajak anak mengulang tayangan yang mereka lihat. Dengan begitu, mereka berusaha mengingat tayangan tersebut.
Ketiga, memulai produksi perilaku. Setelah itu, dorong anak untuk melakukan atau mempraktikkan apa yang mereka lihat dari tayangan tersebut. Keempat, mendorong motivasi. Setelah anak melakukan dan mempraktikkan tayangan tersebut, orang tua, pendamping, atau pengasuh dapat memberikan penghargaan berupa pujian.
Selain menyampaikan pesan atau informasi mengenai virus Covid-19 menggunakan media audio visual, tayangan, atau gambar, cara menyampaikan pesan pun perlu diperhatikan. Sarita memaparkan berdasarkan eksperimen yang dilakukan Watson terhadap bayi bernama Albert, seperti tayangan pada Youtube tentang Baby Albert Experiments, sebenarnya stimulus bersifat netral.
Pada penelitian tersebut, ketakutan diciptakan melalui suatu kondisi. Misalnya, suara yang keras dan mengagetkan. Anak kecil yang awalnya tidak takut terhadap apa pun bisa menjadi takut terhadap tikus, kelinci, anjing, karena suara keras yang diberikan orang dewasa.
“Sama halnya saat menyampaikan Covid-19, tidak perlu dengan suara yang keras menunjukkan jika kita marah kalau anak tidak melakukan seperti yang ada di video atau memberikan penekanan yang memberikan kesan menakutkan terhadap virus tersebut,” tutur Sarita.
Saat menyampaikan informasi mengenai Covid-19, orang tua tetap tenang dalam memberikan penjelasan dan mendampingi anak menonton tayangan yang ada sampai selesai.
“Dalam memberikan penjelasan, kita dapat memberikan penjelasan yang logis sesuai dengan yang ada dalam tayangan tersebut,” tambah Sarita.