Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

4 Pakar Kesehatan Kritik Kebijakan WHO yang Antiproduk Tembakau

image-gnews
Seorang pria merokok vaporizer elektronik, juga dikenal sebagai e-cigarette atau vape, di Toronto, 7 Agustus 2015.[REUTERS / Mark Blinch]
Seorang pria merokok vaporizer elektronik, juga dikenal sebagai e-cigarette atau vape, di Toronto, 7 Agustus 2015.[REUTERS / Mark Blinch]
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Seiring dengan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang jatuh pada 31 Mei 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun mengeluarkan sejumlah kebijakan terkait posisi mereka dalam mengatasi produk tembakau. Ini termasuk WHO yang anti terhadap produk tembakau alternatif. Sayangnya, hal tersebut justru menoreh berbagai kritik dari para praktisi kesehatan internasional.

Profesor tamu di Sekolah Kebibakan Publik Lee Kuan Yew School, Universitas Nasional Singapura, sekaligus mantan direktur riset kebijakan dan kerjasama WHO, Profesor Tikki Pangestu, misalnya, menyatakan WHO telah kehilangan arah dalam menyelesaikan permasalahan merokok secara global sebab penolakan produk tembakau alternatif dikerjakan tanpa didasari kajian bukti ilmiah.

Padahal, tujuan awal WHO membuat perjanjian internasional pengendalian tembakau yang dikenal dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) pada tahun 2000 adalah untuk mengatasi epidemi penyakit yang berhubungan dengan merokok.

“WHO seharusnya bersikap lebih terbuka terhadap keseluruhan bukti ilmiah yang ada. Banyak kajian ilmiah yang telah menyimpulkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan rokok konvensional. Produk tersebut mempunyai potensi besar dalam membantu mereka yang kesulitan untuk berhenti merokok,” kata Tikki dalam keterangan pers yang diterima Tempo.co pada 9 Juni 2020.

Dengan mengabaikan kajian-kajian ilmiah terhadap produk tembakau alternatif, Tikki menilai WHO telah mengabaikan misi utamanya, yaitu mendukung kesehatan setinggi-tingginya bagi semua orang, termasuk 1 miliar perokok di seluruh dunia.

“Dampak dari pengabaian tersebut sudah tentu lebih banyak perokok yang akan mengalami penyakit tidak menular yang disebabkan oleh merokok, seperti jantung, hipertensi, diabetes, kanker paru, dan lain-lain. Angka kematian akibat kebiasan merokok akan tetap tinggi, terutama di Indonesia,” jelasnya.

Khusus Indonesia, Tikki menyarankan pemerintah dan para pemangku kepentingan terkait memiliki sikap terbuka terhadap produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik. Selain itu, perlu adanya kajian ilmiah yang dilakukan oleh lembaga independen sehingga hasilnya transparan dan objektif.

“Mereka yang anti terhadap produk tembakau alternatif berarti mengabaikan hak asasi manusia, khususnya perokok, untuk mendapat akses ke produk yang lebih baik bagi kesehatan mereka dan menghindari kematian dini. Ini merupakan ketidakadilan sosial dan pelanggaran HAM,” tegasnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berdasarkan laporan WHO, kanker merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular yang menyebabkan kematian terbesar kedua di dunia dan bertanggung jawab atas sekitar 9,6 juta kematian di 2018. Secara global, sekitar satu dari enam kematian disebabkan oleh penyakit kanker. Penggunaan rokok, atau produk tembakau yang dibakar, menghasilkan lebih dari 7.000 zat kimia berbahaya dan berpotensi berbahaya dan merupakan faktor risiko tertinggi dan bertanggung jawab atas sekitar 22 persen kematian akibat kanker.

Profesor Emeritus Universitas Auckland Selandia Baru sekaligus mantan direktur Departemen Penyakit Kronis dan Promosi Kesehatan WHO, Robert Beaglehole, juga mengatakan WHO akan kehilangan kesempatan untuk mengurangi penyakit kanker, jantung, dan paru-paru jika tidak merangkul inovasi produk tembakau alternatif.

“Mendorong orang untuk beralih ke produk alternatif yang lebih rendah risiko dapat membuat perbedaan besar pada permasalahan penyakit di tahun 2030 mendatang, jika WHO mendukung gagasan itu, alih-alih melarangnya,” jelasnya.

Kritik terhadap kebijakan WHO turut disuarakan oleh ahli dari Sekolah Kesehatan Publik Universitas New York, David Abrams, yang meyakini rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok. Perokok yang telah beralih sepenuhnya ke produk tembakau alternatif sudah membuktikan adanya perbaikan kesehatan.

“Namun, WHO terus mengkampanyekan larangan langsung atau regulasi ekstrem bagi produk tersebut. Apakah masuk akal untuk melarang produk yang jauh lebih aman ketika rokok tersedia di mana-mana?” katanya.

Dalam kesempatan terpisah, ahli epidemiologi Universitas Nottingham, sekaligus direktur Pusat Studi Tembakau dan Alkohol Inggris, John Britton, juga meminta WHO untuk kembali fokus mencapai tujuan awalnya. WHO membutuhkan strategi yang berbeda untuk mengurangi permasalahan penyakit yang diakibatkan dari rokok. Kehadiran produk tembakau alternatif justru dapat menjadi pilihan yang baik untuk mengatasi permasalahan tersebut.

"Kita tahu WHO menerapkan pengurangan risiko di bidang kesehatan masyarakat lainnya, termasuk untuk obat-obatan terlarang dan kesehatan seksual. Namun, pendekatan berhenti atau mati bagi perokok serta menentang pengurangan risiko dari rokok itu tidak masuk akal," tutur John.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


BI Ungkap Penjualan Eceran Turun 2,5 Persen di September, Didorong Kelompok Makanan dan Sandang

5 jam lalu

Suasana di salah satu lorong di Blok Litle Bangkok, Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat, 12 Juli 2024. Para pengunjung terlihat memilih pakaian impor yang dijual dengan harga miring. TEMPO/Nandito Putra
BI Ungkap Penjualan Eceran Turun 2,5 Persen di September, Didorong Kelompok Makanan dan Sandang

Bank Indonesia (BI) mencatat kinerja penjualan eceran diprakirakan turun 2,5 persen secara bulanan pada September 2024.


Alasan Perlunya Iklan dan Promosi Rokok Dihilangkan Total

1 hari lalu

Ilustrasi kemasan rokok. Freepik
Alasan Perlunya Iklan dan Promosi Rokok Dihilangkan Total

Promosi produk rokok harus diperketat atau dihilangkan. Tujuannya untuk mengurangi konsumsi rokok pada anak sekolah maupun di bawah umur.


Kongo Memulai Imunisasi Vaksin Cacar Monyet

3 hari lalu

Nsimire Nakaziba, 34, mengobati ruam pada saudara perempuannya, Sifa Mwakasisi, 32, untuk meredakan rasa sakit di dalam tenda tempat dia menjalani perawatan melawan mpox di rumah sakit Kavumu di wilayah Kabare, provinsi Kivu Selatan, Republik Demokratik Kongo, 29 Agustus 2024. Untuk menghadapi wabah cacar monyet, salah satu strategi efektif yang bisa diterapkan adalah peningkatan kesadaran diri serta isolasi bagi individu yang terinfeksi. REUTERS/Arlette Bashizi
Kongo Memulai Imunisasi Vaksin Cacar Monyet

Tenaga kesehatan di Kongo mendapat prioritas untuk melakukan imunisasi vaksin cacar monyet


Pedagang Pasar Rakyat Minta Perlindungan Kemendag soal Pengaturan Produk Tembakau

8 hari lalu

Pedagang tengah mengemas minyak goreng curah di pasar Rawasari, Jakarta, Jumat 17 Mei 2024. Perumda Pasar Jaya menyiapkan program perbaikan 36 pasar di Jakarta selama tahun anggaran 2024. Kegiatan perbaikan, berupa pengecatan ulang eksterior dan perbaikan kerusakan kecil pada bangunan. TEMPO/Tony Hartawan
Pedagang Pasar Rakyat Minta Perlindungan Kemendag soal Pengaturan Produk Tembakau

Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) meminta perlindungan atas dampak yang akan timbul dari pemberlakuan (PP) Nomor 28 Tahun 2024.


Kementerian Keuangan Kaji Kenaikan Harga Jual Eceran Rokok di 2025

12 hari lalu

Ilustrasi pedagang/warung rokok eceran. shutterstock.com
Kementerian Keuangan Kaji Kenaikan Harga Jual Eceran Rokok di 2025

Kementerian Keuangan sedang mempelajari bagaimana HJE tembakau akan berdampak pada pengendalian konsumsi rokok dan besar penerimaan negara.


Cukai Rokok Tahun Depan Tak Naik: Pengusaha Gembira, Pemerhati Kesehatan Berharap Naik

12 hari lalu

kampanye bahaya merokok saat memperingati hari tanpa tembakau sedunia.(TEMPO/Adri Irianto)
Cukai Rokok Tahun Depan Tak Naik: Pengusaha Gembira, Pemerhati Kesehatan Berharap Naik

Cukai rokok perlu dinaikkan karena harga rokok di Indonesia hanya setengah dari harga rata-rata di dunia, sehingga jumlah perokok di sini tinggi.


Terpopuler: Jokowi Bilang Mulus saat Pesawat Presiden Mendarat di Bandara IKN; Iuran BPJS Kesehatan Kelas 1, 2, dan 3 September

14 hari lalu

Pesawat Kepresidenan RJ-85 yang ditumpangi Presiden Joko Widodo saat tiba di Bandara Nusantara, IKN, Kalimantan Timur, Selasa (24/9/2024). ANTARA/HO-Biro Pers Sekretariat Presiden)
Terpopuler: Jokowi Bilang Mulus saat Pesawat Presiden Mendarat di Bandara IKN; Iuran BPJS Kesehatan Kelas 1, 2, dan 3 September

Pesawat kepresidenan yang dinaiki Presiden Jokowi mendarat di Bandara IKN untuk pertama kalinya, Selasa siang, 24 Maret 2024.


Pembatalan Kenaikan Cukai Rokok Dinilai Mengancam Kesehatan Publik

15 hari lalu

Petugas Bea dan Cukai tengah melakukan pengecekan pita cukai rokok di Kantor Bea dan Cukai, Jakarta, Selasa 19 Desember 2023. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyiapkan 17 juta pita cukai baru untuk memenuhi kebutuhan pada awal tahun 2024. Hal ini juga sejalan dengan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun depan. Tempo/Tony Hartawan
Pembatalan Kenaikan Cukai Rokok Dinilai Mengancam Kesehatan Publik

Forum Warga Kota Indonesia (FAKTA) Indonesia menilai pembatalan kenaikan cukai rokok bisa mengancam kesehatan publik.


Kajian Indef: 2,3 Juta Pekerja Terdampak Aturan Pembatasan Tembakau dan Rokok Elektrik

15 hari lalu

Dua petani mengemasi daun tembakau yang sudah kering habis dijemur di lapangan desa Kledung, Temanggung, Jawa Tengah, Ahad, 22 September 2024. Tembakau kering ini dijual untuk mengisi stok gudang gudang pabrik rokok. Tempo/Budi Purwanto
Kajian Indef: 2,3 Juta Pekerja Terdampak Aturan Pembatasan Tembakau dan Rokok Elektrik

Kajian Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebutkan bahwa 2,3 juta pekerja terdampak aturan pembatasan tembakau dan rokok.


WHO Laporkan Ada 30 Ribu Kasus Cacar Monyet Sepanjang 2024 di Afrika

15 hari lalu

Petugas kesehatan Kongo berkonsultasi dengan pasien yang diduga terkena mpox di pusat perawatan di rumah sakit Kavumu di wilayah Kabare, provinsi Kivu Selatan, Republik Demokratik Kongo, 29 Agustus 2024. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO telah menyatakan lonjakan kasus cacar monyet atau Mpox di beberapa negara Afrika sebagai darurat kesehatan masyarakat. REUTERS/Arlette Bashizi
WHO Laporkan Ada 30 Ribu Kasus Cacar Monyet Sepanjang 2024 di Afrika

Lebih dari 800 orang meninggal diduga karena mpox di penjuru Afrika. Setelah Kongo, Burundi saat ini bergulat dengan cacar monyet