TEMPO.CO, Jakarta - Angka kematian Tuberkulosis atau TBC di dunia mencapai 1,5 juta orang. Di Indonesia, penderita TBC diperkirakan mencapai 845 ribu kasus dengan angka kematian mencapai 98 ribu jiwa.
“Berdasarkan laporan TB Global tahun 2019, pada tahun 2018, jumlah yang ternotifikasi baru 562 ribu kasus, yang belum terlaporkan ada 33 persen, dan yang berhasil mengikuti pengobatan ada 83 persen,” kata Direktur Pengendali Penyakit Menular Langsung atau P2ML Kementerian Kesehatan Wiendra Waworuntu dalam webinar yang diadakan Union dengan teman Akuntabilitas Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Menangani COVID-19, Penyakit Tidak Menular, Masalah Rokok dan Tuberkulosis pada Rabu, 10 Juni 2020.
Wiendra menjelaskan, selain data di atas, tercatat jumlah TBC Resisten Obat (TBC RO) yang ternotifikasi ada 11.463 kasus, jumlah TBC anak tercatat 69.001 kasus, dan TBC HIV mencapai 11.552 kasus.
Ia mengakui, pekerjaan rumah Indonesia dalam menghadapi berbagai masalah penyakit masih banyak. Seperti penyakit tidak menular yang cenderung naik, penyakit menular belum teratasi, penyakit infeksi new emergin dan re-emerging.
“Saat ini pergeseran tren dari penyakit infeksi (ISPA, TBC, Malaria, Diare) ke penyakit tidak menular (Stroke, jantung iskemik, kanker, DM)," kata dia. Diabetes mellitus (DM) yang juga merupakan faktor risiko Tuberkulosis menjadi penyumbang beban penyakit ke-3 terbesar.
Baca Juga:
Selain diabetes, terdapat beberapa faktor risiko tuberkulosis yang juga meningkat jumlahnya di Indonesia yaitu perilaku merokok, malnutrisi, infeksi HIV, dan minum minuman beralkohol dalam jumlah berlebihan. "Diperkirakan lebih dari 152 ribu kasus tuberkulosis terkait dengan perilaku merokok," ucapnya. Kekurangan gizi dan DM diperkirakan berkontribusi masing- masing lebih dari 120.000 dan 25.000 kasus tuberkulosis .
Menurut Wiendra, dalam Survei Prevalensi Tuberkulosis (SPTB) tahun 2013-2014 menemukan bahwa proporsi kasus tuberkulosis dua kali lebih tinggi di antara pasien yang memiliki riwayat diabetes melitus, merokok, atau hidup dengan pasien tuberkulosis dibandingkan dengan mereka yang tidak melaporkan adanya ketiga faktor tersebut.
Pemerintah melakukan intervensi penanggulangan tuberkulosis dan akan difokuskan mereka yang berisiko tinggi, yakni perokok, orang yang mengalami malnutrisi, pasien diabetes mellitus, kelompok lanjut usia, orang dengan HIV/AIDS, serta petugas kesehatan. Kedua, melakukan congregate setting atau pengaturan kongregasi atau kelompok seperti di lapas, wilayah padat kumuh, tempat kerja (sektor formal dan informal), tambang tertutup, barak pengungsi, asrama dan pondok pesantren.