TEMPO.CO, Jakarta - Rasanya sangat mudah untuk menemukan anak-anak dan remaja merokok di sekitar kita. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), jumlah perokok di usia remaja semakin meningkat.
Sejak 2007 ke 2013 misalnya, prevalensi anak usia 5-9 tahun yang mulai merokok naik menjadi 1,6 persen. Adapun, pada periode yang sama, prevalensi remaja usia 10-14 tahun juga mengalami peningkatan menjadi 18 persen.
Tentunya hal tersebut harus dikendalikan sebab selain berdampak bagi kesehatan secara keseluruhan, dokter spesialis anak subspesialis respilogi Darmawan Budi Setyanto mengatakan merokok sejak muda juga bisa memicu risiko kecanduan narkoba.
“Berbagai data dan penelitian telah membuktikan hubungan merokok dan narkoba. Artinya, sangat rentan anak-anak yang sejak dini mencoba merokok untuk jatuh ke narkoba,” katanya dalam webinar Bincang Ahli dan Kelas Inspirasi Anak (BAKIAK) Jilid II yang bertajuk "Cegah Anak dan Remaja Indonesia dari Bujukan Rokok" pada 18 Juni 2020.
Adapun, Darmawan menghubungkan keduanya dengan sifat adiktif. Menurutnya, rokok dan narkoba memiliki kandungan yang bisa membuat penggunanya ketagihan. Pada tembakau dan obat terlarang, ditemukan pula pelepasan hormon dopamin yang memicu semangat dan rasa bahagia.
“Apabila sudah berani mencoba merokok, mereka pun akan berani melakukan hal serupa pada pemakaian narkoba. Terlebih kalau adiksi pada rokok sudah mendalam dan merasa butuh tambahan, narkoba pun bisa menjadi pelarian,” jelasnya.
Untuk alasan tersebut, Darmawan mengingatkan pentingnya peran orang tua dalam mengontrol dan mengingatkan anak tentang bahaya rokok agar keinginan untuk mencoba produk tembakau dapat dieliminasi.
“Berikan pengertian dan edukasi tentang merokok. Dekatkan diri juga dengan anak agar setiap kegiatan selalu dalam pengawasan,” tuturnya.