TEMPO.CO, Jakarta - COVID-19 dilaporkan menyebabkan beberapa efek samping yang tidak biasa. Contohnya kehilangan indera pengecap dan membau, ruam kulit. Tetapi, ada banyak gejala terkait virus corona yang masih ilmuwan pelajari, salah satunya ereksi.
Belum lama ini, seorang pria berusia 62 tahun di Paris, Prancis, yang terkena COVID-19 parah akhirnya menderita ereksi selama empat jam, seperti diungkap laman Health. Pria yang tak disebutkan namanya itu lalu menjadi subjek laporan kasus baru dalam The American Journal of Emergency Medicine edisi 18 Juni lalu.
Para ahli menggunakan kasusnya untuk memperingatkan orang-orang mengenai priapisme, yakni suatu kondisi medis di mana penis tetap ereksi lebih lama daripada biasanya di luar stimulasi seksual sebagai potensi efek samping virus corona.
Menurut laporan, awalnya pria itu pergi ke Centre Hospitalier de Versailles di Le Chesnay dekat Paris dengan keluhan mengalami gejala seperti demam, batuk kering, diare, merasa tubuhnya sakit. Dokter lalu memberi antibiotik tetapi dia kembali ke rumah sakit dua hari kemudian karena mengalami sesak napas dan harus memakai ventilator. Dia juga dirawat karena sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS).
Pria ini dibius dan tidak sadar ketika memakai ventilator. Setelah itu, dokter melakukan pemeriksaan fisik dan menemukan priapismus yang sebelumnya tidak teridentifikasi dengan tidak adanya kateterisasi urin. Pria itu juga dites untuk COVID-19 dan hasilnya positif.
Priapisme sebenarnya bisa sembuh sendiri tetapi bisa menjadi kondisi darurat, menurut Asosiasi Urologi Amerika. Jika kondisi ini terus berlanjut, nantinya bisa menyebabkan disfungsi seksual pada penderita. Jenis priapisme tertentu bahkan bisa menyakitkan.
Pria dalam laporan kasus ini mengalami priapisme yang terjadi ketika darah mengalir ke penis tetapi tidak dapat mengalir keluar. Mengingat dia dibius pada waktu itu, dokter tidak tahu apakah pasien ini kesakitan. Dokter mencoba memberi kompres es ke penis tetapi ereksi masih terus terjadi hingga 4 jam.
Pada saat itu, dokter memutuskan untuk mengambil darah dari penisnya dengan jarum. Saat itulah mereka menemukan ia memiliki bekuan darah di penisnya. Gumpalan darah secara umum adalah efek samping COVID-19 yang berpotensi berbahaya dan telah ditemukan pada banyak pasien COVID-19, meskipun para ahli masih tidak yakin alasan kondisi terjadi.
Pasien pria itu menggunakan ventilator selama dua minggu dan dilaporkan telah pulih setelah dipulangkan dari ICU. Menurut laporan, dia tidak lagi memiliki bekuan darah di penisnya atau di mana pun di tubuhnya selama sisa waktunya di rumah sakit. Meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan, penulis laporan kasus mendesak staf medis lain untuk mencari tahu komplikasi ini.
"Presentasi klinis dan laboratorium pada pasien kami menunjukkan priapisme terkait infeksi virus corona. Keadaan darurat medis ini harus diakui oleh para profesional kesehatan dan harus segera dirawat untuk mencegah komplikasi fungsional segera dan kronis," kata para penulis studi.