TEMPO Interaktif, Jakarta: Banyak orang tahu bubur kampiun adalah khas dari Ranah Minang. Orang Padang akrab menyebutnya bubua kampiun. Di tiap sudut Sumatera Barat bisa dijumpai bubur kampiun dengan campuran bahan yang terkadang berbeda. Biasanya bubur kampiun disantap untuk sarapan, tapi pada bulan Ramadan dijadikan santapan berbuka. Rasanya manis dan legit.
Entah siapa penemunya, bubur kampiun ini terdiri atas aneka bubur yang dicampur jadi satu. Barangkali yang menemukan dulunya adalah orang iseng yang mencampur beberapa jenis bubur ke dalam piringnya. Hasilnya, bubur kampiun.
Di Padang, di beberapa pasar pabukoan tempat membeli makanan berbuka, pastinya bubur kampiun mudah dijumpai, walaupun yang menjual hanya satu atau dua orang. Bubur kampiun Padang ini campuran dari bubur sumsum, bubur kacang hijau, bubur ketan hitam, bubur candil, kolak ubi, kolak pisang, ketan putih yang dikukus, kolak labu, ketan putih, dan bubur delima (bubur merah-putih dari tepung kanji). Anehnya, "persatuan" bubur ini hasilnya enak dan memanjakan lidah.
Di Padang Panjang, campurannya berbeda. Di sana bubur kampiun terdiri atas bubur ketan hitam, candil, bubur sumsum, agar-agar merah, dan cendol sagu dengan topping cairan kental gula merah di atasnya. Disajikan dalam piring kaleng bermotif bunga yang "jadul" banget.
Lain halnya di Bukittinggi. Campurannya terdiri atas ketan putih, bubur ketan hitam, candil, bubur sumsum, kolak ubi, kolak pisang, dan bubur delima. Warnanya lebih cerah karena bubur delima yang berwarna pink dicampurkan paling akhir
Uni Ovel, penjual bubur kampiun di pasar pabukoan Aur Kuning di Bukittinggi, mengatakan sehabis sahur ia mulai menyiapkan satu per satu bubur dan kolak untuk campuran bubur kampiun.
Harganya? Seporsi bubur kampiun cuma Rp 3.000. "Dalam sehari masing-masing bubur dan kolak itu saya buat satu periuk besar. Selama Ramadan ini biasanya habis sebelum berbuka," katanya. Nah, dari aneka bubur kampiun, yang paling nikmat adalah bubur kampiun Padang. Pasalnya, campurannya lebih lengkap.
Febrianti