TEMPO.CO, Jakarta - Ginjal adalah salah satu organ yang berperan penting dalam membuang racun pada tubuh. Sayangnya jika tidak dijaga dengan baik, ginjal pun bisa mengalami berbagai masalah. Salah satu masalahnya adalah batu berukuran besar yang sering disebut tanduk rusa atau staghorn stone.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi pasien dengan penyakit ini di Indonesia telah mencapai 0,6 persen atau setara dengan 1,2 juta orang. Jika tidak segera diatasi, batu ginjal tersebut pun dapat merusak fungsi organ tubuh lainnya hingga menurunkan kualitas hidup secara keseluruhan.
Baca Juga:
Di Indonesia, masyarakat mungkin sudah tidak asing lagi dengan pengobatan batu tanduk rusa pada ginjal melalui teknik Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) x-ray. Ini merupakan prosedur yang menggunakan radiasi x-ray dalam proses pencitraan untuk menilai apakah akses ke ginjal sudah tercapai. Setelah akses tercapai saluran kemih dilebarkan dengan dilator (alat untuk melemaskan otot) dan dimasukkan kamera untuk melihat struktur ginjal, batu pun dihancurkan.
Meski efektif, Dokter Spesialis Urologi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Ponco Birowo mengatakan bahwa terdapat berbagai kekurangan dari teknik PCNL dengn x-ray. “PCNL dengan x-ray sudah lama digunakan untuk mengatasi batu tanduk rusa. Tapi ini membuat pasien mengalami luka lebih besar, berisiko karena paparan radiasi, ada kemungkinan komplikasi hingga relatif lebih mahal karena menggunakan ballon dilator (salah satu prosedur kateterisasi),” katanya dalam online media briefing pada 29 Juli 2020.
Untungnya seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, Ponco menerangkan bahwa kini telah dikembangkan PCNL tanpa x-ray, melainkan dengan bantuan USG. PCNL tanpa X-Ray tidak menggunakan radiasi x-ray sama sekali dalam proses pencitraan, sehingga dapat mengurangi paparan radiasi bagi pasien, juga operator.
“Hal ini sangat berguna bagi pasien yang memang sensitif pada kontras, cairan yang digunakan untuk membantu memvisualisasikan struktur organ yang diperiksa. Pasien yang memiliki riwayat azotemia (peningkatan produk nitrogen di darah) juga dapat memilih prosedur ini, karena kontras dapat memicu azotemia,” katanya.
Pada pasien dengan penyakit ginjal polikistik, penggunaan USG juga memperkecil kemungkinan komplikasi karena ini dapat mempermudah prosedur tindakan. “PCNL merupakan teknik pembedahan minimal invasif untuk menghancurkan batu ginjal yang menggunakan jarum dan guidewire. Jarum itu ditusukkan ke punggung pasien pada kulit dekat ginjal untuk mengakses ginjal dan saluran kemih bagian atas. Luka operasi pada teknik ini sekitar satu sentimeter,” katanya.
Usai tindakan PCNL dengan USG, pasien juga tidak perlu berlama-lama istirahat. Ponco mengatakan bahwa umumnya mereka hanya akan dirawat di rumah sakit selama 3-5 hari saja. Kemudian setelah sampai di rumah, istirahat hanya dibutuhkan satu minggu saja. “Pasien bisa kembali beraktivitas seperti sedia kala tanpa adaptasi dengan rasa sakit sehingga produktivitas mereka tak akan terganggu,” katanya.