TEMPO.CO, Jakarta - Risang Rimbatmaja dari Yayasan Cipta (NGO yang banyak bergerak di bidang kesehatan dan lingkungan) mengatakan komunikasi perubahan perilaku semakin disadari pentingnya dalam urusan kesehatan. "Komunikasi pun perlu dikuatkan dalam rangka pencegahan stunting," katanya dalam konferensi pers Peran Komunikasi Perubahan Perilaku dalam Pencegahan Stunting pada Rabu 29 Juli 2020.
Menurut Risang, stunting merupakan istilah yang abstrak bagi orang yang tidak bergerak di bidang kesehatan. Selama ini komunikasinya juga mengalami perubahan. Dulu disebut kerdil, pendek dan sekarang stunting.
Stunting merupakan kekurangan gizi dalam waktu yang lama yang membuat otak tidak berkembang, mudah sakit dan rentan menderita penyakit tidak menular saat dewasa nanti. Membahasakan konsep kesehatan pada masyarakat harus disampaikan dampaknya. Masalahnya stunting itu dampaknya akan terlihat dalam jangka panjang.
Beberapa isu yang terkait dengan komunikasi perilaku pada isu stunting antara lain, dampaknya seberapa panjang, bagaimana cara mengukur tinggi badan, sudah makan banyak dan bergizi kenapa masih stunting dan sebagainya. Risang menyarankan bagi para kader Pos Pelayanan Keluarga Berencana - Kesehatan Terpadu (Posyandu) atau tenaga kesehatan untuk menyampaikan informasi dengan santai, tidak reaktif, apalagi marah-marah dan lebih banyak mendengarkan.
Membangun kepercayaan merupakan kunci keberhasilan program komunikasi perubahan perilaku. Pembuatan poster dan penggunaan istilah juga harus berhati-hati agar tidak menimbulkan stigma. Komunikasi perubahan perilaku tidak serta merta mengubah orang. Walau begitu cara ini penting dilakukan ditambah dengan intervensi model lain. Berbagai gambaran ini membuat kunci dari pencegahan stunting ini berkaitan dengan perilaku dan budaya yang ada di masyarakat itu.
Baca Juga:
Sumber alam Indonesia bisa menjadi sumber gizi yang baik untuk mencegah stunting. Namun ada tradisi dan perilaku masyarakat yang membuat anak-anak di suatu daerah justru kekurangan gizi. Beberapa pandangan itu adalah saat ibu harus dijauhkan dengan anak setelah melahirkan. Padahal saat itu, anak masih membutuhkan ibunya untuk memenuhi kebutuhan gizi yang didapat dari ASI.