TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Kirana Pritasari menjelaskan kegiatan menyusui dari para ibu bisa membantu menyelamatkan bumi dengan menjaga lingkungan dari segala efek buruk pemanasan global. Kirana Pritasari menjelaskan bahwa ibu yang menyusui anaknya dengan air susu ibu (ASI) tidak memerlukan susu formula yang bisa berdampak buruk pada lingkungan dalam proses pembuatan hingga pendistribusian produk susu tersebut.
Tema pekan menyusui sedunia yang mengangkat tema 'Ibu Terlindungi, Anak Kuat, Bumi Sehat' mengajak agar para ibu tidak membeli dan memberikan susu formula pada anak-anaknya. Kirana menyebutkan bahwa 720.450 ton susu formula yang digunakan di enam negara Asia menghasilkan 2,9 juta ton emisi gas rumah kaca. Jumlah yang dihasilkan dari buangan produk susu formula tersebut setara dengan 1,03 juta ton sampah.
Selain itu, diperkirakan lebih dari 4 ribu liter air dibutuhkan untuk memproduksi tiap satu kilogram susu bubuk formula pengganti ASI.
Ahli gizi dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) Entos Zainal menjelaskan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dan dilanjutkan hingga usia dua tahun lebih ekonomis karena tidak perlu membeli susu formula. Bahkan dia menyebut bayi usia nol sampai enam bulan sebenarnya tidak memerlukan biaya tambahan untuk kebutuhan gizinya karena sudah tercukupi hanya dengan ASI.
Ketua Asosiasi Ibu Menyusui (Aimi) Nia Umar menjelaskan bahwa ASI adalah sumber makanan yang sangat murah dan ramah lingkungan sehingga sangat membantu dalam membangun bumi yang sehat. "Menyusui tidak meninggalkan limbah apapun. Sangat berbeda dan susu formula," kata Nia dalam telekonferensi mengenai pekan menyusui sedunia di Jakarta, Selasa 11 Agustus 2020.
Dia menjelaskan proses produksi hingga distribusi susu formula menghasilkan limbah dari pabrik, menggunakan bahan bakar yang menghasilkan emisi saat proses transportasi pendistribusian, penggunaan gas di rumah untuk memasaknya, dan juga sampah dari kemasan susu formula itu sendiri.