TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyampaikan bahwa kebiasaan merokok di lingkungan keluarga bisa berdampak terhadap kekerdilan (stunting) pada anak.
"Kebiasaan merokok di lingkungan keluarga, baik suami maupun istri bisa berpengaruh terhadap stunting, karena stunting ini serangannya dimulai ketika anak berada dalam kandungan," kata Muhadjir Effendi saat menjadi pembicara kunci dalam webinar yang diselenggarakan Universitas Muhammadiyah Magelang (Unima) dengan tema 'Indonesia Merdeka-Refleksi Tanggung Jawab Pemerintah dalam Penanganan COVID-19 serta Pengendalian Tembakau dalam pencapaian tujuan SDGs' di Magelang, Selasa 25 Agustus 2020.
Muhadjir mengatakan itu sudah terbukti, ibu perokok juga berpengaruh terhadap bayi atau janin yang ada dalam kandungan. Suami perokok juga menciptakan perokok pasif bagi istri yang akan berpengaruh terhadap janin. "Kalau janinnya sudah terpapar rokok, jangan berharap pertumbuhan berikutnya sempurna, ketika anak sudah sampai pada usia produktif," katanya.
Menurut dia, ancaman rokok salah satunya menjadi faktor yang bisa menghambat upaya membangun manusia Indonesia. Rokok bisa menghambat manusia produktif, berdaya saing tinggi, memiliki kemampuan intelektual maupun kemampuan kecakapan keterampilan yang baik serta akhlak yang mulai.
Oleh karena itu, Muhadjir mengatakan penting sekali menanamkan kebiasaan baik pada usia antara 3 hingga 5 tahun. Menurut dia, salah satu pembiasaan yang sangat berbahaya adalah ketika anak-anak mulai melihat orang tuanya atau tetangganya merokok, bahkan mungkin mereka juga mulai mencoba-coba merokok jadi faktor kebiasaan. "Oleh karena itu, sejak dini anak-anak harus mulai dikenalkan tentang bahaya merokok," katanya.
Pada tingkat SD, anak-anak sudah mulai mencoba rokok. Hal itu terjadi karena mereka melihat keluarga orang yang punya pengaruh merokok di dekat mereka. "Saya ada pengalaman masa kecil, saya punya saudara dinas sebagai pelaut waktu itu kalau pulang sering membawa rokok, saya sering diajari merokok, jadi saya mulai tertarik merokok pada usia SD. Ini pengalaman saya, contoh yang tidak baik," katanya.
Ia menuturkan alhamdulillah dirinya tidak jadi perokok itu serba kebetulan, pertama lingkungan keluarga karena ayahnya memang bukan perokok. Kedua kebetulan ketika masuk SMP ikut bela diri dan gurunya tidak mengizinkan muridnya merokok. "Keteladanan yang baik penting ditanamkan sejak anak usia dini," katanya.