TEMPO.CO, Jakarta - Pendidikan reproduksi dan seksualitas adalah suatu hal yang penting untuk dipelajari oleh para remaja. Sayangnya, masih banyak orang tua yang beranggapan bahwa pelajaran tersebut tabu sehingga berharap anak mengerti seiring dengan berjalannya waktu.
Guna mematahkan pandangan yang salah sekaligus menginformasikan para orang tua terkait pentingnya mengajarkan pendidikan reproduksi dan seksualitas pada remaja, Country Representative Rutgers WPF Indonesia, Amala Rahmah pun angkat bicara. Setidaknya, ia menyebutkan tiga alasan utama mengapa ilmu reproduksi dan seksualitas itu penting.
Pertama, ia menjelaskan bahwa hingga saat ini, keresahan atas kejahatan seksual di berbagai belahan dunia belum juga teratasi. Tidak hanya di tempat umum seperti bandara dan pusat perbelanjaan. Hal tersebut bisa juga dialami di ranah privat seperti tempat tinggal para remaja.
Di satu sisi, Amala mengatakan bahwa orang tua tidak bisa senantiasa bersama dengan anak. “Karena orang tua tidak 24 jam bersama anak, mereka harus mampu menangani sendiri berbagai kejahatan seksual yang mungkin dihadapi. Untuk itu, bekal kesadaran akan batasan dan bahaya harus diberikan sejak remaja,” katanya dalam webinar Membedah Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksual bagi Remaja pada 24 September 2020.
Kedua, Amala juga mengatakan bahwa manusia pada dasarnya tidak hanya terbentuk dari hal yang kasat mata seperti tangan, kaki, maupun alat reproduksi. Namun, hidup juga digerakkan oleh roh dan jiwa secara emosional sehingga psikis pun mempengaruhi tubuh untuk beraksi dan bereaksi.
“Sejak bayi, kita secara tidak sadar diajarkan untuk tertawa. Karena pada hakikatnya bayi pasti menangis. Nah, tertawa saja perlu dipelajari, apalagi emosi. Melalui pendidikan reproduksi, emosi untuk menekan hasrat dan sebagainya juga diajarkan. Itulah mengapa hal ini sangat penting dipelajari,” katanya.
Ketiga, mempelajari kesehatan reproduksi juga berhubungan erat dengan pembelajaran sepanjang hayat. Mengapa demikian? Pasalnya selama hidup, Amala mengatakan, manusia pasti tidak akan pernah lepas dari yang namanya reproduksi dan seksualitas.
“Mulai dari embrio, bayi, balita, remaja, dewasa muda, dewasa tua, lansia sampai menuju kematian, semuanya pasti selalu berhubungan dengan faktor fisik itu. Jadi dalam fase hidup manapun, kita tidak mungkin tidak berkaitan dengan dua hal itu (reproduksi dan seksualitas),” katanya.
Untuk itu, penting bagi orang tua agar lebih terbuka dan mampu menjelaskan pendidikan reproduksi dan seksualitas pada remaja. Seluruhnya juga bisa dipelajari lewat pendampingan bersama program Kementerian Pendidikan dan Budaya. “Kemendikbud memiliki berbagai program kesehatan reproduksi bagi orang tua, guru dan anak. Ini bisa diikuti sebagai patokan pembelajaran,” katanya.
SARAH ERVINA DARA SIYAHAILATUA