TEMPO.CO, Jakarta - Meski pandemi COVID-19 sudah berlangsung delapan bulan, masih banyak masyarakat yang enggan #pakaimasker, juga tak mau #jagajarak dan malas #cucitangan. Psikolog yang juga Direktur Minauli Consulting Medan, Irna Minauli, mengatakan menghadapi kondisi ketidakjelasan seperti pandemi COVID-19 ini maka penegakan disiplin seperti razia masker perlu lebih ditingkatkan lagi mengingat masih rendahnya disiplin masyarakat.
"Meski di sisi lain masyarakat juga tidak perlu menjadi panik atau cemas yang berdampak buruk nantinya bagi kesehatan mereka," katanya.
Ia menyebutkan kesulitan lain dalam menerapkan protokol kesehatan ini adalah budaya kolektivistik pada masyarakat Indonesia sehingga banyak orang yang senang berkumpul bersama sahabat dan sanak keluarga. Mereka senang berbicara tatap muka dibandingkan harus melalui internet, misalnya melalui Zoom. Budaya lisan melalui bercerita dan mendengar tampaknya lebih menarik dibandingkan membaca.
"Tidak mengherankan jika tingkat literasi masyarakat tergolong rendah," kata Dosen Fakultas Psikologi Universitas Medan Area (UMA) itu.
Ia menjelaskan mereka yang cenderung ekstrovert (suka dunia luar) umumnya tidak tahan jika harus berlama-lama di rumah dan tidak berkumpul dengan teman. Kelompok yang senang memamerkan keberadaannya di media sosial akan merasa mati gaya kalau tidak mengunggah kegiatan sedang wisata atau makan-makan di restoran, di mana mereka beranggapan ini adalah cara mengatasi stres akibat pandemi COVID-19.
"Pada saat orang berkumpul tentunya sulit dijamin bahwa mereka akan tetap menjaga protokol kesehatan ini. Kebersamaan dan euforia sering melonggarkan kewaspadaan seseorang," jelas Irna.
*Artikel ini merupakan kerja sama Tempo.co dengan #SatgasCovid-19 demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Tegakkan protokol kesehatan, ingat selalu #pesanibu dengan #pakaimasker, #jagajarakhindarikerumunan, dan #cucitanganpakaisabun.