TEMPO.CO, Jakarta - Di masa pandemi COVID-19, gangguan kecemasan juga bisa disebabkan media sosial. Menurut salah satu kreator konten kesehatan mental, Dimas Alwin, perubahan sosial secara mendadak, cepat, dan terus menerus selama masa pandemi bisa menimbulkan rasa cemas dan panik.
Media sosial bisa menjadi pemicu kecemasan karena menjadi informasi yang dibaca seseorang ternyata hoaks atau tidak benar. Dimas mengatakan awalnya ingin menghibur diri saat banyak waktu harus dihabiskan di rumah. Tetapi, alih-alih terhibur, mereka yang tadinya sudah cemas jadi semakin takut beraktivitas dan mengambil keputusan karena terpengaruh informasi dari media sosial.
"Informasi soal COVID-19 sering disajikan dengan cara kurang tepat atau bertujuan menakut-nakuti dan kontennya tidak diverifikasi terlebih dulu sehingga membingungkan pembaca. Kita tahu virus ini bisa menyebabkan terganggunya kesehatan, menurunnya kualitas hidup, dan menyebabkan kematian sehingga informasi yang disajikan haruslah bersifat edukatif agar pembaca memiliki pemahaman yang benar dan mematuhi protokol kesehatan, bukan sebaliknya menjadi khawatir," ujar Dimas.
Dia menyarankan pengguna media sosial dapat lebih bijak berselancar di internet. Hal senada juga pernah diungkapkan dokter spesialis paru di RSUP Persahabatan, Erlina Burhan. Dia menuturkan separuh informasi di media sosial mengenai COVID-19 tak benar.
"Hoaks ini tidak ada habisnya, di media sosial 50 persen isinya hoaks, tidak usah dipercaya. Hanya modal jempol, orang bisa membuat rusuh," tuturnya.
Erlina mencontohkan dampak hoaks ini antara lain membuat pasien-pasien COVID-19 tidak mau datang ke rumah sakit dan ini berdampak buruk pada yang sudah mempunyai penyakit penyerta, seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung, dan lainnya. Akhirnya, banyak yang meninggal di rumah karena tidak mendapatkan pengobatan.
Menurutnya, masyarakat takut ke rumah sakit karena takut tertular COVID-19. Padahal, sebenarnya rumah sakit bisa mengendalikan penularan infeksi jauh lebih baik daripada masyarakat.
Dia mengakui informasi COVID-19 sangat dinamis karena tergolong penyakit baru dan para pakar kesehatan, termasuk di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), masih mempelajarinya. Masyarakat diimbau untuk mencari informasi yang benar melalui sumber-sumber resmi mengenai COVID-19.
*Ini adalah artikel kerja sama Tempo.co dengan #SatgasCovid-19 demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Tegakkan protokol kesehatan, ingat selalu #pesanibu dengan #pakaimasker, #jagajarakhindarikerumunan, dan #cucitanganpakaisabun.