TEMPO.CO, Jakarta - Dokter spesialis jantung pembuluh darah Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Ario Soeryo Kuncoro mengatakan pasien hipertensi tidak disarankan untuk melakukan olahraga angkat beban. "Karena pada olahraga angkat beban dan High Intensity Interval Training melibatkan gerakan yang tiba-tiba. Hal ini menyebabkan terjadinya aktivasi otot di seluruh tubuh sehingga meningkatkan tekanan darah dua kali lipat dari biasanya," kata Ario dalam acara diskusi virtual bertema 'Kelola Hipertensi, Cegah Gagal Jantung dan Kematian' pada Kamis, 12 November 2020.
Ario menambahkan olahraga lain yang tidak disarankan para pasien hipertensi adalah permainan kompetisi. "Olahraga itu bisa menimbulkan kerusakan pembuluh darah di otak," katanya.
Ia pun lebih menyarankan agar para pasien hipertensi melakukan olahraga yang ringan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Olahraga yang teratur dan rutin bisa menjadi salah satu strategi dalam pengobatan pasien hipertensi. Ia menganjurkan bagi penderita hipertensi melakukan olahraga yang menekankan pada durasi dan tidak melibatkan gerakan yang tiba-tiba. "Rekomendasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) durasi olahraga yang dianjurkan adalah 150 menit per minggu atau sekitar 30 menit per hari dengan intensitas sedang," katanya.
Ario pun mengingatkan agar para pasien hipertensi sebaiknya memeriksakan tekanan darah secara rutin. Selain itu juga mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter demi menjaga tekanan darah tetap stabil.
Sekitar 26 persen populasi dunia atau sekitar 972 juta orang menderita hipertensi di tahun 2000. Prevalensinya diperkirakan akan meningkat menjadi 29 persen pada 2025. Di Indonesia prevalensi hipertensi di tahun 2018 pada penduduk usia lebih dari 18 tahun sebesar 34,1 persen. Jumlah pasien hipertensi di tanah air pun diperkirakan sebanyak 63,3 juta orang.
Banyak orang tidak mengetahui bahwa dirinya telah menderita tekanan darah tinggi karena seringkali tidak adanya gejala. Oleh karenanya hipertensi sering disebut sebagai pembunuh senyap atau silent killer. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko terhadap kerusakan organ penting seperti otak, jantung, ginjal, mata, pembuluh darah besar (aorta) dan pembuluh darah tepi. Salah satunya yang harus diwaspadai adalah terjadinya gagal jantung yang berujung pada kematian.
Fakta dan angka menunjukan bahwa gagal jantung merupakan masalah yang terus berkembang di Asia Tenggara, yang dipicu oleh pertumbuhan penduduk yang pesat dengan faktor risiko gagal jantung khususnya hipertensi.
Medical Affairs Divisi Pharmaceuticals Bayer Indonesia Gunawan Purdianto mengatakan Bayer mendukung Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (InaSH) dalam Gerakan Peduli Hipertensi meyakini bahwa kepatuhan pasien dalam pengobatan penting untuk dilakukan. Tantangan dunia dan kebutuhan pasien memotivasi Bayer dalam menciptakan solusi terbaik melalui produk- produk yang inovatif untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup pasien. Salah satu inovasi obat kami adalah penggunaan teknologi Osmotic-controlled release oral delivery system (OROS) pada obat anti hipertensi kami, Nifedipine OROS. Teknologi OROS memungkinkan obat Nifedipine bertahan di dalam tubuh selama 24 jam dan menjaga tekanan darah tetap normal sepanjang hari.
Selain itu menghasilkan profil keamanan obat yang lebih baik, konsentrasi obat yang lebih stabil dan berkurangnya frekuensi pemberian dosis. "Teknologi OROS juga memungkinkan penggunaan dosis awal yang efektif, pencapaian pengendalian gejala lebih awal sehingga akan meningkatkan kepatuhan dan kenyamanan pasien sehingga memastikan efikasi obat dan memperbaiki kondisi kesehatan pasien,” katanya.