TEMPO.CO, Jakarta - CEO dan pendiri Sekolah Otak Indonesia, Dr. dr Taufiq Pasiak MKes M.Pd.I menjelaskan cara meningkatkan imunitas tubuh manusia ternyata juga bisa melalui cara dengan menanamkan pikiran positif. Pikiran positif akan menimbulkan sikap tenang dalam menghadapi sesuatu.
"Dalam kondisi tenang, hormon endorfin akan muncul," kata Taufiq.
Di dalam tubuh manusia sudah terdapat hormon endorfin yang bisa memberikan energi positif. Hormon endorfin dapat dipicu dalam kondisi tenang. Endorfin adalah zat kimia seperti morfin yang dapat dihasilkan secara alami oleh tubuh dan memiliki peran dalam membantu mengurangi rasa sakit saat memicu perasaan positif.
Hormon endorfin diproduksi oleh kelenjar pituari dan sistem saraf pusat manusia. Berbagai cara bisa meningkatkan imunitas. Selain bersikap tenang dan waspada, juga rileks agar tidak muncul kepanikan.
Lalu juga berusaha meningkatkan imunitas berdasarkan prosedur kesehatan. Misalnya, tidur cukup, mengonsumsi makanan bergizi, dan olahraga untuk meningkatkan imunitas. Apabila panik akan menimbulkan hormon stres.
Saat mengalami stres, tertekan, atau terancam, area di otak yang disebut hipotalamus bertindak sebagai alarm. Area ini mengeluarkan sejumlah perintah yang dirancang bagi tubuh untuk bersiap-siap melawan atau menghindar, dikenal sebagai respons fight or flight.
Bagian pertama yang menerima sinyal ini adalah kelenjar adrenalin yang lalu mengeluarkan hormon. Selanjutnya, hormon ini membuat jantung berdebar dan frekuensi napas meningkat.
Gejala lain yang muncul akibat peningkatan adrenalin yakni kaku otot di area leher, bahu, dan rahang. Keringat tiba-tiba bercucuran, timbul sakit kepala dan gangguan saluran cerna, seperti mual, nyeri ulu hati, diare, sembelit, dan perubahan selera makan, baik meningkat maupun menurun. Selain itu, munculnya jerawat dan rasa gatal di tubuh, rasa lelah yang tak biasa, gangguan tidur, gangguan haid, hingga gairah seksual yang menurun.
Selain adrenalin, tubuh juga mengeluarkan hormon kortisol sebagai respons terhadap stres. Hormon ini memicu peningkatan kadar gula darah. Di otak, kortisol terikat dengan sel-sel saraf serta mempengaruhi proses berpikir, termasuk bagaimana situasi-situasi yang membuat stres direkam dalam ingatan. Keberadaan hormon ini dapat menjelaskan mengapa seseorang mampu mengingat situasi yang amat traumatis atau emosional dengan sangat tinggi.
Menurut Taufiq, penderita COVID-19 biasanya panik. Rasa panik itu justru akan memicu hormon stressor yang menimbulkan kepanikan. Akibatnya, justru akan memicu berbagai macam penyakit.
Kepanikan biasanya termanifestasi dalam kehidupan sehari-hari, seperti saling curiga. Begitu pula seperti saat sebelum COVID-19. Pada awal pandemi, orang bingung karena tidak tahu petunjuk, tidak tahu jalan keluar. Sebenarnya, yang harus dimaksimalkan adalah komunikasi.
Tapi, komunikasi tidak maksimal akhirnya muncul kepanikan. Dalam keadaan stres, orang akan mudah mengalami gangguan imunitas dan menimbulkan penyakit lain.
*Konten ini merupakan kerja sama Tempo.co dengan #SatgasCovid-19 demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Tegakkan protokol kesehatan, ingat selalu #pesanibu dengan #pakaimasker, #jagajarakhindarikerumunan, dan #cucitanganpakaisabun.