TEMPO.CO, Jakarta - Masalah kesehatan jadi salah satu hal yang krusial di Indonesia. Banyak persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah sendirian, seperti di masa pandemi COVID-19 ini. Pegiat filantropi juga bisa jadi alternatif untuk menopang layanan kesehatan.
Itu yang menjadi alasan peluncuran Klaster Filantropi Kesehatan oleh Filantropi Indonesia bekerja sama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM, dan Tahija Foundation.
Menteri Kesehatan RI 2012-2014 Nafsiah Mboi mengatakan filantropi kesehatan perlu membantu mengatasi ketimpangan kondisi dan derajat kesehatan antar daerah, khususnya kesehatan ibu dan anak, penyakit TBC, AIDS dan malaria/DBD.
“Kalau masyarakat bisa diedukasi untuk bertanggung jawab terhadap kesehatannya sendiri sebagai harta tak ternilai, maka itu bisa jadi pendekatan yang paling efektif dalam mencapai Indonesia sehat. Upaya itu bisa dilakukan secara konkrit dengan mengoptimalkan dan memandirikan Posyandu dan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat,” katanya, saat menjadi pembicara utama peluncuran Klaster Filantropi Kesehatan, bertepatan dengan Hari Kesehatan Nasional pada 12 November 2020.
Filantropi juga bisa mendukung peningkatan kapasitas SDM layanan kesehatan primer, membantu melakukan kajian dan penelitian. Yang lebih penting lagi, filantropi juga perlu membantu penanganan COVID-19 karena pandemi ini tidak hanya berpengaruh pada sektor Kesehatan, tapi juga seluruh sendi kehidupan masyarakat di Indonesia.
“Kalau bicara tentang gerakan kesehatan masyarakat, kita tidak bisa menggantungkan pendanaan untuk program-program itu dari dari pemerintah, tapi perlu menggerakkan inisiatif dan dukungan masyarakat melalui filantropi,” ujar Nafsiah.
Ketua Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM, Prof Laksono Trisnantoro mengatakan, meski produk domestik bruto (GDP) Indonesia sudah berada di atas Rp 14 ribu triliun, atau di atas USD 1 triliun, tetapi tax ratio masih berkisar di antara 10-11 persen. Ini membuat kemampuan pemerintah mendanai sektor kesehatan belum mencukupi.
Problem kesehatan Indonesia semakin kompleks ketika bencana seperti pandemi Covid-19 terjadi. Prof Laksono mengatakan, walaupun pemerintah telah mengeluarkan dana kebencanaan dari APBN dan APBD untuk mendanai program pencegahan dan perawatan COVID-19, intervensi ini belum cukup untuk mengatasinya.
“Dengan semangat gotong-royong dan solidaritas yang meningkat di masyarakat pada masa pandemi COVID-19, filantropi memiliki peran yang besar dalam melengkapi kehadiran program pemerintah karena sifat aksinya yang fleksibel dan cepat.” kata Prof Laksono.
Hamid Abidin, Direktur Filantropi Indonesia, mengatakan Klaster Filantropi Kesehatan diharapkan bisa menjadi forum bersama bagi lembaga-lembaga filantropi untuk andil dalam Indonesia Sehat melalui kegiatan riset, berbagi informasi, meningkatkan kapasitas, melakukan advokasi kebijakan, serta mengembangkan kolaborasi dengan sektor lainnya.