Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Gejala COVID-19 dan PPOK Tak Sama, Dokter Rinci Bedanya

Reporter

image-gnews
ilustrasi sesak napas. shutterstock.com
ilustrasi sesak napas. shutterstock.com
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - PPOK atau penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit yang ditandai gejala sesak napas persisten, keterbatasan aliran udara dan batuk berdahak. Pada beberapa kasus, pasien juga mengalami penurunan berat badan, kelelahan, nyeri dada, batuk berdarah, yang merupakan tanda kondisi lain seperti infeksi atau kanker paru.

Kondisi ini terjadi ketika paru-paru dan saluran udara menjadi rusak dan meradang. Penyebabnya, bisa berhubungan dengan paparan jangka panjang terhadap zat berbahaya, seperti asap rokok (90 persen), paparan jenis debu, dan bahan kimia tertentu di tempat kerja yang dapat merusak paru-paru, polusi udara, hingga genetika. Pakar menyebutkan walau sama-sama menyerang saluran pernapasan, ada gejala yang membedakan antara PPOK dan COVID-19.

"Tidak ada demam (pada PPOK), yang paling bahaya karena faktor usianya sama. Kalau COVID-19, semakin tua maka angka mortalitasnya juga semakin tinggi, sedangkan PPOK biasanya pada usia di atas 50 tahun. Kalau dia kena COVID-19, angka kemungkinan dia meninggal juga tinggi," ujar dokter spesialis paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Cabang Jakarta, Budhi Antariksa.

Selain itu, PPOK tak seperti COVID-19, yang ditandai batuk tetapi kebanyakan tidak berdahak, nyeri otot, gangguan penciuman, pada beberapa kasus pasien juga mengalami diare, nyeri perut, dan infeksi saluran kemih. Menurut Budhi, gejala PPOK hanya terbatas pada daerah pernapasan dan jika sesak napas lalu tidak terjadi perubahan hebat kemungkinan tidak disertai COVID-19.

Untuk memastikan diagnosis, dokter biasanya menyarankan rontgen, pemeriksaan laboratorium, menggunakan alat spirometri untuk memeriksa dahak, kuman atau jamur, hingga analisa gas darah kalau terjadi sesak hebat. Pada yang terkena PPOK, gambaran pada hasil rontgen menunjukkan warna lebih hitam karena banyak udara terperangkap dalam paru-paru (akibat merokok), diafragma mendatar, dan bentuk jantung seakan memanjang dan menjadi langsing karena parunya mengembang namun banyak udara yang terperangkap.

"Karena ini zamannya COVID-19, kita harus hati-hati. Biasanya kita lakukan tes PCR, pemeriksaan laboratorium, dan rontgen kembali. Anjurannya orang dengan PPOK di masa pandemi COVID-19 tetap di rumah, lakukan 3M karena riskan terkena COVID-19," jelasnya.

Budhi menuturkan pada yang merokok, penurunan fungsi paru bisa mencapai 50-80 mililiter per tahun, jauh lebih tinggi dibanding yang tidak merokok, yakni 10-30 ml seiring pertambahan usia. Hal ini bisa berpengaruh pada kondisi tubuh yang bisa sangat menurun, bahkan mengharuskannya beraktivitas menggunakan kursi roda dan tabung oksigen.

PPOK termasuk penyakit kronik sebagai penyebab sakit dan kematian urutan keempat di dunia. Penyakit ini membuat penderitanya lebih mungkin terkena stroke dan penyakit kardiovaskular lain.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut Budhi, orang dengan PPOK cenderung masih bisa bertahan hingga usia tua namun aktivitas terbatas sehingga kemungkinan bekerja atau mencari nafkah sangat sulit. Di sisi lain, mereka juga harus mengonsumsi obat-obatan untuk mengusahakan fungsi paru bisa lebih baik, walau angka kesembuhannya tergolong sangat jarang.

"Angka kesembuhan jarang sekali, kita hanya bisa menyetop merokok dan agar penurunan fungsi paru tidak securam kalau dia merokok," kata Budhi.

Obat-obatan ini tak hanya satu dan ada di antaranya bisa menghabiskan biaya Rp 600-1 juta per bulan. Belum lagi bila pasien mengalami serangan sesak di masa pengobatan, biaya yang dikeluarkan juga akan lebih besar.

Di Indonesia, prevalensi PPOK (tanpa menggunakan spirometri) berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan angka di atas 3,7 persen pada sejumlah daerah, antara lain Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi.

"Lebih banyak yang laki-laki karena mungkin lebih banyak yang perokok, dahaknya banyak, ada suatu proses pada saluran napas yang cenderung terjadinya penyempitan saluran napas. Selain merokok, juga polusi meningkatkan terjadinya PPOK," kata Budhi.

*Ini merupakan konten kerja sama Tempo.co dengan #SatgasCovid-19 demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Tegakkan protokol kesehatan, ingat selalu #pesanibu dengan #pakaimasker, #jagajarakhindarikerumunan, dan #cucitanganpakaisabun.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Jepang Waspadai Lonjakan Kasus Radang Tenggorokan, Berpotensi Pandemi?

2 jam lalu

Pengunjung yang mengenakan masker pelindung berdoa pada hari kerja pertama Tahun Baru 2023 di kuil Kanda Myojin, yang sering dikunjungi oleh para pemuja yang mencari keberuntungan dan bisnis yang makmur, di tengah wabah penyakit virus corona (COVID-19), di Tokyo, Jepang, 4 Januari , 2023. REUTERS/Issei Kato
Jepang Waspadai Lonjakan Kasus Radang Tenggorokan, Berpotensi Pandemi?

Otoritas kesehatan Jepang telah memperingatkan adanya lonjakan infeksi radang tenggorokan yang berpotensi mematikan


Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Meminta Pemilihan Ulang

2 hari lalu

Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Meminta Pemilihan Ulang

Permohonan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud serupa, yakni meminta Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi Gibran dan pemilihan presiden ulang.


Pulang Umrah, Fadel Muhammad Penuhi Panggilan KPK untuk Diperiksa dalam Kasus Korupsi APD Covid-19

3 hari lalu

Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan pada Selasa, 23 Januari 2024. Tempo/Mutia Yuantisya
Pulang Umrah, Fadel Muhammad Penuhi Panggilan KPK untuk Diperiksa dalam Kasus Korupsi APD Covid-19

Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19 di Kemenkes.


Umroh, Fadel Muhammad Tak Penuhi Panggilan KPK sebagai Saksi Kasus Korupsi APD Covid-19

9 hari lalu

Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad.
Umroh, Fadel Muhammad Tak Penuhi Panggilan KPK sebagai Saksi Kasus Korupsi APD Covid-19

KPK memanggil Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad sebagai saksi dugaan korupsi pengadaan APD Covid-19 di Kemenkes.


Kadis Kesehatan Sumut dan Rekanan Ditetapkan Tersangka Korupsi Pengadaan APD Covid-19 Sebesar Rp24 Miliar

15 hari lalu

Kadis Kesehatan Sumatera Utara Alwi Mujahit dan rekanannya, Robby Messa Nura menjadi tersangka korupsi penyelewengan dan mark-up pengadaan APD Covid-19 di Dinas Kesehatan Sumut Tahun Anggaran 2020. Foto Istimewa
Kadis Kesehatan Sumut dan Rekanan Ditetapkan Tersangka Korupsi Pengadaan APD Covid-19 Sebesar Rp24 Miliar

Diduga RAB pengadaan APD Covid-19 yang diteken Kadis Kesehatan Sumut itu tidak disusun sesuai ketentuan sehingga nilainya melambung tinggi.


Dugaan Korupsi Anggaran Covid-19, Kejaksaan Tahan Kadis Kesehatan Sumatera Utara

15 hari lalu

Kadis Kesehatan Sumatera Utara Alwi Mujahit dan rekanannya, Robby Messa Nura menjadi tersangka korupsi penyelewengan dan mark-up pengadaan APD Covid-19 di Dinas Kesehatan Sumut Tahun Anggaran 2020. Foto: Istimewa
Dugaan Korupsi Anggaran Covid-19, Kejaksaan Tahan Kadis Kesehatan Sumatera Utara

Kedua tersangka bisa dijerat dengan hukuman mati karena dugaan korupsi pengadaan barang saat situasi bencana pandemi Covid-19.


Mengenang Perjuangan Tenaga Medis Saat Pagebluk Pandemi Covid-19

16 hari lalu

Tenaga medis dengan alat dan pakaian pelindung bersiap memindahkan pasien positif COVID-19 dari ruang ICU menuju ruang operasi di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta, Rabu, 13 Mei 2020. REUTERS/Willy Kurniawan
Mengenang Perjuangan Tenaga Medis Saat Pagebluk Pandemi Covid-19

Setidaknya ada 731 tenaga medis meninggal saat bertugas pandemi Covid-19, sekitar 4 tahun lalu.


4 Tahun Pandemi Covid-19, TPU di Jakarta sempat Kehabisan Tempat Penguburan Korban Virus Corona

16 hari lalu

Petugas pemakaman beristirahat usai memakamkan sejumlah jenazah dengan protokol COVID-19 di TPU Rorotan, Cilincing, Jakarta, Minggu, 4 Juli 2021. Jumlah kematian akibat COVID-19 per hari Minggu 4 Juli 2021 mencapai 555 kasus, yang menjadi rekor tertinggi sejak kasus pertama COVID-19 di Indonesia diumumkan Presiden Joko Widodo pada awal Maret 2020.  ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
4 Tahun Pandemi Covid-19, TPU di Jakarta sempat Kehabisan Tempat Penguburan Korban Virus Corona

Di Jakarta, setidaknya ada dua TPU yang jadi tempat permakaman korban saat pandemi Covid-19, yakni TPU Tegal Alur dan Pondok Ranggon.


Kilas Balik Hari-hari Menegangkan 4 Tahun Lalu Saat Mula Wabah Pandemi Covid-19

17 hari lalu

Ilustrasi virus corona atau Covid-19. REUTERS
Kilas Balik Hari-hari Menegangkan 4 Tahun Lalu Saat Mula Wabah Pandemi Covid-19

WHO tetapkan 11 Maret 2020 sebagai hari pertama pandemi global akibat wabah Covid-19. Kini, 4 tahun berlalu, masihkan patuhi protokol kesehatan?


Satu Keluarga Melompat dari Rooftop Apartemen, Ekonomi Keluarga Memburuk Pasca Covid-19

18 hari lalu

Tempat kejadian bunuh diri empat orang sekeluarga yang melompat dari atas apartemen Teluk Intan, Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, pada Sabtu sore, 9 Maret 2024. TEMPO/Ihsan Reliubun
Satu Keluarga Melompat dari Rooftop Apartemen, Ekonomi Keluarga Memburuk Pasca Covid-19

Keluarga tersebut memutuskan pindah ke Solo karena unit apartemen mereka disita usai pandemi Covid-19.