TEMPO.CO, Jakarta - Anak merupakan kelompok rentan pada masa pandemi Covid-19, namun memiliki peran besar bagi kelangsungan bangsa ini. Jika pandemi Covid-19 belum dapat diatasi pada 2021 dan penanganan stunting tidak ada percepatan, maka target prevalensi stunting 14 persen pada 2014 akan jauh dari harapan.
Menurut Profesor Damayanti, Guru Besar dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), stunting itu sebuah penyakit, bukan hanya sekadar kurang gizi, namun harus diobati dengan pangan khusus untuk kebutuhan medis khusus (PKMK) dan bukan hanya sekadar dengan makanan tambahan. Jika dalam 1.000 hari pertama dalam kehidupan tidak diobati secara serius, maka anak stunting sudah tidak bisa lagi disembuhkan dan masa depannya akan kurang baik karena selain pendek kemampuan otaknya juga di bawah rata-rata.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio khawatir kelangkaan petunjuk teknis atas Permenkes no. 29 tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi bagi Anak Akibat Penyakit akan mempengaruhi penanganan anak yang diindikasikan gagal tumbuh, yang menjadi indikasi awal sebelum kejadian stunting pada anak. Agus berharap Kementerian Kesehatan, dalam hal ini Dirjen Kesehatan Masyarakat bisa mengeluarkan Juknis atas Permenkes 29 tahun 2029 sebagai hadiah akhir tahun bagi anak Indonesia.
Agus berharap sebelum tutup tahun 2020 ini, Juknis sudah selesai sehingga dapat segera diterapkan di lapangan, termasuk melakukan program pelatihan untuk para dokter umum dan para medis di Puskesmas/Posyandu dengan tujuan menyamakan persepsi tentang stunting, termasuk mendeteksi dan menanganinya.
Agus melihat bahwa penyusunan Juknis oleh Kemenkes dibawah komando Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Gizi Masyarakat terkendala oleh penanganan pandemi Covid-19.
“Kami berharap isi Juknis yang disusun terintegrasi dan disepakati oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Rumah Sakit Kabupaten/Kota. Kemenkes harus menyediakan anggaran termasuk untuk pengadaan PKMK, deteksi dini penanganan stunting dalam 1.000 hari kelahiran serta monitoring evaluasinya,” ujarnya lewat rilis.
Selain itu supaya penanganan program stunting cepat bergeraknya, revitalisasi sambil berjalan puskesmas/posyandu, khususnya di beberapa daerah terpencil, terluar, dan terbelakang harus dilakukan karena mereka merupakan ujung tombak pelaksanaan pengurangan stunting di seluruh Indonesia.
Penanganan stunting pemerintah yang di pengujung kabinet lalu menunjukkan hasil yang gemilang. Pada 2020 ini serasa jalan di tempat dan tidak ada pergerakan penurunan prevalensi stunting yang signifikan.
Menurut data dasar puskesmas 2018 melalui aplikasi Komdat per 31 Agustus 2019, jumlah puskesmas di seluruh Indonesia dengan beragam klasifikasi dan kondisi sekitar 9.993. Jika Juknis dapat keluar Desember 2020, maka Tahun Anggaran 2021 pelaksanaan Permenkes No. 29 tahun 2019 sudah dapat langsung dikebut.