TEMPO.CO, Jakarta - Vaksinasi Covid-19 di Indonesia disebut bisa memakan waktu 10 tahun. Hal tersebut berdasarkan kecepatan vaksinasi massal yang saat ini mencapai 60.000 dosis per hari.
Epidemiolog Universitas Sebelas Maret, Tonang Dwi Ardyanto, mengatakan posisi kecepatan 60.000 dosis per hari adalah rata-rata dari capaian dibagi jumlah hari sejak dimulainya vaksinasi.
"Kita harus akui, lambat di awal-awal, khususnya di sekitar satu bulan pertama. Tapi, kecepatannya bertambah dari hari ke hari, artinya ada percepatan," jelasnya.
Dia memaparkan kecepatan ini ditentukan dengan dua masalah utama, yakni acceptance (diterima oleh masyarakat) dan availability (ketersediaan vaksin).
"Kita tahu ukuran keberhasilan adalah perkalian dua faktor tersebut keberterimaan dan kualitas program," tambahnya.
Faktor pertama semakin berkurang dibandingkan sebelumnya. Sekarang bahkan kita mulai merasa khawatir kapan akan mendapatkan giliran. Tentu, tugas sosialisasi dan diskusi tidak pernah berhenti.
Baca juga: Peneliti Ingatkan Tak Ada Orang Mati karena Vaksin Covid-19
Dalam faktor kedua, harus hati-hati. Wacana vaksinasi gotong royong tidak boleh sampai terjebak, akhirnya menjadi vaksinasi mandiri dalam arti harus membayar sendiri. Bagaimanapun, vaksinasi adalah kebutuhan bersama masyarakat dan menjadi kewajiban pemerintah untuk memenuhinya.
Bahwa ada peran serta sektor swasta, sifatnya adalah membantu dalam koridor kerja pemerintah. Saat ini produk vaksin Covid-19 masih terbatas. Kalau benar ada pihak swasta yang bisa membeli, maka seharusnya itu dibeli oleh pemerintah untuk digunakan oleh masyarakat sesuai tahapan.
Bila benar ada produk vaksinasi Covid-19 yang tersedia, maka sebaiknya segera dibeli agar tahapannya semakin cepat. Transparansi, komunikasi risiko, dan membangun kepercayaan adalah kuncinya. "Kita memang sempat lambat, tapi masih ada kesempatan menyelesaikannya lebih cepat," tuturnya.