TEMPO.CO, Jakarta - Pakar penyakit dalam subspesialis endokrinologi lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan berpraktik di Rumah Sakit MRCCC Siloam Semanggi, dr. Johanes Purwoto, mengatakan orang yang mengalami obesitas dengan pola makan tak sehat belum pasti terkena diabetes.
"Ada orang yang gemuk, makannya tidak sehat. Tetapi kalau dia diperiksa darahnya sehat. Dia tidak diabetes, jantung," katanya.
Pola makan tak sehat memang tak menjadikan seseorang terkena diabetes tetapi penyakit lain seperti kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi yang berefek pada pembuluh darah dan jantung.
"Obesitas dari pola makan tidak sehat itu memang memudahkan diabetes tapi tidak selalu obesitas pasti jadi diabetes, beberapa tahun kemudian dia akan timbul
penyakit," tutur Johanes.
Mengutip laman Medical News Today, apabila seseorang mengalami obesitas tetapi terkena kurang dari tiga faktor sindrom metabolik, maka bisa disebut sehat secara metabolik. Namun, jika dia tidak menurunkan berat badan, gejala sindrom metabolik lain mungkin mulai muncul.
Sindrom metabolik mencakup ukuran pinggang lebih dari 80 cm untuk perempuan dan 90 cm untuk laki-laki, lemak atau trigliserida kadar dalam darah 150 mg/dl atau lebih, kolesterol baik di bawah 40 mg/dl (pada pria) atau di bawah 50 mg/dl (pada wanita), glukosa darah puasa 100 mg/dl atau lebih dan tekanan darah 130/85 atau lebih.
Baca juga: Tips Pasien Diabetes Tetap Sehat kala Pandemi Covid-19
Para ahli kesehatan berpendapat faktor genetik mungkin menjadi alasan ada orang dengan obesitas tidak mengembangkan sindrom metabolik. Sementara untuk tercetusnya diabetes, menurut Johanes, gen saja tidak cukup melainkan perlu faktor lingkungan, seperti pola makan tidak sehat, lalu tidak aktif secara fisik, misalnya terlalu banyak duduk dan tidur.
"Interaksi antara gen-gen dengan aktivitas fisik tidak aktif, pola makan tidak sehat menjadi kegemukan, interaksi lagi dengan sistem imun menyebabkan seseorang menjadi diabetes," jelasnya.
Pakar kesehatan dr. Vito A. Damay menyebut diabetes sebagai pembunuh senyap karena penderita baru mengetahui penyakitnya jika sudah memunculkan gejala, bahkan saat diharuskan cuci darah. Agar tak terkena obesitas apalagi diabetes, Kementerian Kesehatan sudah memberi panduan antara lain tidak mengonsumsi makanan tinggi lemak, gula dan garam, kurang asupan sayur dan buah, memiliki jadwal makan tidak teratur, banyak mengemil dan mengonsumsi makanan mengandung minyak, santan kental, dan gula.
Khusus pola makan, panduan "Isi Piringku" bisa membantu mencegah kelebihan berat badan hingga obesitas. Isi Piringku ini berarti membagi 1/3 dari setengah piring untuk lauk pauk, 1/3 dari setengah piring buah, 2/3 dari setengah piring sayuran, dan 2/3 dari setengah piring makanan pokok.
"Intinya makanan sehat, sederhananya kalau mengemil lebih sehat, hindari tergoda makanan manis, seperti cokelat, permen, roti manis, sirup, apalagi dikompilasi seperti es teler, makan berlebihan," kata Johanes.
Untuk aktivitas fisik, orang-orang bisa mulai bertahap, misalnya 15-30 menit per hari. Di masa pandemi COVID-19 ini sebenarnya orang-orang cenderung lebih banyak waktu melakukan aktivitas fisik dibanding sebelumnya. Pilihannya beragam, mulai dari di dalam rumah, misalnya memanfaatkan treadmill atau sepeda statis, hingga sambil mencontoh gerakan dansa dari YouTube.
Lalu di luar rumah, seperti berjalan kaki, berlari, bersepeda dengan menerapkan protokol kesehatan 5M, yakni mengenakan masker, rajin mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas.
Johanes mengingatkan terlalu banyak kalori masuk ke tubuh tanpa olahraga akan menimbun lemak, menyebabkan mudah terkena diabetes dan saat gula naik lalu kalau terpapar virus corona maka kondisinya lebih mudah ke arah berat atau kritis.