TEMPO.CO, Jakarta - Heboh promosi perkawinan anak oleh sebuah penyelenggara pernikahan masih berlanjut. Deputi Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lenny N. Rosalin, mengatakan perkawinan anak memiliki dampak buruk bagi si anak, keluarga, bahkan negara.
"Perkawinan anak berdampak negatif bagi anak, terutama pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, yang dapat mengakibatkan kemiskinan baru atau kemiskinan struktural," kata Lenny.
Karena anak belum siap secara fisik dan psikis untuk kawin, perkawinan anak juga dapat berdampak pada kekerasan dalam rumah tangga, pola asuh yang salah terhadap anak, bahkan perdagangan orang. Pegiat Yayasan Kesehatan Perempuan, Zumrotin K. Susilo, mengatakan perkawinan anak dapat mengganggu kesehatan reproduksi pada anak perempuan, misalnya menyebabkan kanker serviks atau kanker leher rahim. Karena itu, Zumrotin mengecam pihak-pihak yang mempromosikan perkawinan anak dengan menyebut usia pernikahan yang ideal bagi perempuan adalah 12-21 tahun.
"Tindakan tersebut tidak bertanggung jawab dan tidak bermoral. Penting ada pendidikan kesehatan reproduksi yang komprehensif di sekolah," tuturnya.
Baca juga: Mandiri, 5 Zodiak Ini Minim Keinginan Menikah
Zumrotin menyayangkan masih banyak pihak yang menganggap pendidikan kesehatan reproduksi sebagai hal yang tabu sehingga hanya menjadi materi sisipan di salah satu mata pelajaran di sekolah. Ia pun mendorong konselor dan psikolog di Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) agar memberikan bimbingan terkait kesehatan reproduksi yang menyeluruh kepada para orang tua agar bisa membimbing anak-anaknya.
"Peran orang tua sangat strategis untuk membimbing anak terkait dengan kesehatan reproduksi ketika beranjak dewasa, terutama ketika anak baru mengalami menstruasi dan mimpi basah," katanya.
Bertambahnya pengetahuan dirahapkan akan mengurangi perkawinan anak karena paksaan keluarga atau lingkungan.