TEMPO.CO, Jakarta - Pernah dengar soal gaya hidup frugal? Gaya hidup ini identik dengan hemat, minimalis, dan cermat mengambil keputusan sehingga tidak ada pengeluaran yang berlebih atau sia-sia.
Pandemi Covid-19 membuat banyak hal berubah signifikan. Sebagian orang dipaksa berhemat dan memiliki dana darurat sebagai jaring pengaman karena hidup yang relatif dekat dengan berbagai risiko, seperti kehilangan penghasilan atau terkena COVID-19. Branding and Communication Strategist MiPOWER by Sequis, Ivan Christian Winatha, mengatakan menerapkan gaya hidup frugal berarti memprioritaskan pengeluaran yang penting versus tidak penting, tak berarti pelit.
Menurutnya, gaya hidup frugal mengutamakan nilai suatu barang atau kualitas dibanding harga. Contohnya, bila membeli sepatu baru karena yang ada sudah rusak, maka akan memilih sepatu dari bahan yang tahan lama untuk jangka panjang meskipun harga sedikit lebih mahal, bukan sepatu murah yang hanya bertahan beberapa bulan.
"Dengan disiplin menerapkan gaya hidup frugal sejak dini kita akan terbiasa melakukan prioritas saat berbelanja, termasuk pada hal-hal yang dianggap penting pun tetap melakukan pertimbangan. Dampak panjangnya, lebih mudah meraih kebebasan finansial karena tidak terlilit utang dan bisa menikmati hidup seandainya kelak memilih untuk pensiun dini," kata Ivan.
Baca juga: Dampak Buruk Bekerja Lebih dari 25 Jam Seminggu
Cara memulai gaya hidup ini, pertama mengevaluasi kembali aliran uang tunai. Anggaran yang hanya memberi kesenangan sesaat dan tidak terlalu mendesak sebaiknya dicoret dari daftar. Cara ini berarti menghilangkan atau mengurutkan pengeluaran dari yang paling perlu ke yang bisa ditunda. Pengeluaran yang tidak diperlukan dapat dikurangi sehingga dapat meningkatkan jumlah uang yang bisa ditabung.
Kemudian, catat pengeluaran harian agar mudah mengevaluasi pada bulan berikut bilamana pendapatan atau gaji diterima. Selanjutnya, manfaatkan promo dan diskon dan terapkan hanya untuk barang yang memang benar-benar dibutuhkan. Cara ini bisa menghemat pengeluaran dan ada sisa uang yang bisa disimpan.
Lalu, hilangkan keinginan untuk mendapat pengakuan status sosial dari lingkungan atau lebih tren dengan istilah pansos karena ini bukan kebutuhan tapi keinginan atau gengsi. Gara-gara hal ini, Anda bisa saja ingin membeli barang-barang yang dianggap penting walau sebenarnya tidak. Misalnya, mengganti gawai berbasis Android menjadi iOS. Padahal, informasi bisa didapatkan dari sumber lain, seperti discord group, portal berita, webinar, YouTube, dan podcast.
"Ketika menganggap ekspektasi orang lain atas diri kita terlalu penting sampai membeli barang yang sangat mahal tentunya akan berbahaya bagi kesehatan finansial, kesehatan fisik, dan jiwa. Milenial perlu bijaksana untuk mengetahui perbedaan kebutuhan dan keinginan dan memilah mana yang harus dipenuhi segera dan yang masih bisa ditunda atau dihilangkan," papar Ivan terkait gaya hidup frugal.