TEMPO.CO, Jakarta - Herpes Zoster (HZ) atau cacar api termasuk rentan menyerang kala pandemi COVID-19. Begitu kata pakar penyakit kulit dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI), Anthony Handoko.
"Pada masa pandemi yang sudah berlangsung lebih dari 1 tahun ini, secara umum kita cenderung mengalami penurunan daya tubuh akibat stres psikis serta kelelahan yang berkepanjangan untuk selalu waspada terhadap COVID-19. Maka, sangat mungkin seseorang lebih mudah terkena HZ pada masa ini," kata CEO Klinik Pramudia itu.
Baca Juga:
Orang yang pernah terkena cacar air juga berisiko besar mengalami HZ apabila memiliki daya tahan tubuh lemah, seperti lansia, penderita HIV/AIDS, pasien transplantasi organ, penderita kanker, stres psikis, pasien pascaoperasi, dan pasien yang minum obat-obatan dengan efek dapat menekan sel imun tubuh.
Oleh karena itu, fokus pencegahan terhadap HZ yaitu meningkatkan imunitas tubuh secara umum serta menghindari kontak terhadap virus dari penderita HZ. HZ yang disebabkan virus varicella zoster (VZV) ditularkan melalui pertukaran napas dan kontak dengan lesi atau gejala di kulit. Penularan HZ terjadi ketika ada kontak langsung dengan cairan pada lepuhan ruam yang dialami penderita.
Apabila terinfeksi, mereka akan terkena cacar air, bukan herpes zoster. Lalu, virus itu bisa berkembang sewaktu-waktu menjadi Herpes Zoster. Masa inkubasi setelah pertama kali kontak hingga timbulnya lesi di kulit sekitar 10-21 hari.
Baca juga: Memahami Penyebab Herpes, Tanda, dan Dampaknya
"HZ terutama terjadi pada kelompok usia 45-64 tahun. Namun, saat ini tren kasus HZ cenderung terjadi pada usia yang lebih muda dan lebih sering terjadi pada wanita. Kira-kira 30 persen populasi pernah mengalami HZ semasa hidup," tutur Anthony.
Gejala HZ biasanya tidak spesifik. Sebelum muncul tanda nyata pada kulit berupa ruam merah dan lenting berisi air, biasanya hanya berupa rasa lelah, sakit kepala dan lemas (disebut gejala prodormal) yang berlangsung selama 1-5 hari.
"Bagi sebagian besar orang, rasa nyeri akan berkurang dengan menghilangnya ruam. Namun bagi beberapa orang, HZ dapat menyebabkan komplikasi seperti rasa nyeri yang menetap, yang dikenal dengan istilah Neuralgia Paska Herpes (NPH). Komplikasi ini muncul sebagai akibat rusaknya serabut saraf akibat dari aktivitas virus yang berulang," tutur Anthony.
Dampak HZ pada kualitas hidup seseorang dikatakan hampir setara dengan yang ditimbulkan gagal jantung, diabetes, serangan jantung, dan depresi. Salah satunya akibat rasa nyeri berkepanjangan atau NPH. Selain NPH, komplikasi yang juga bisa timbul adalah kehilangan penglihatan jika HZ terjadi di sekitar mata, masalah neurologis seperti radang otak dan kelumpuhan wajah, dan infeksi kulit berkepanjangan.
Tetapi, apabila diobati secara cepat dan tepat, harapan kesembuhan HZ akan meningkat. Saat ini, terapi Herpes Zoster dikenal dengan strategi 6A yakni Attract patient early (deteksi dini), Asses patient fully (menilai kondisi pasien secara lengkap), Antiviral therapy (obat antivirus), Analgetik (obat antinyeri), Antidepressant/anticonvulsant(obat anti deperesi/kejang), dan Allay anxietiescounselling (informasi dan edukasi konseling). Selain 6A tersebut, diberikan terapi obat oles dan terapi suportif, seperti istirahat yang cukup dan menjaga kebersihan, anjuran agar pasien tidak menggaruk, dan menggunakan pakaian yang longgar untuk kenyamanan.