TEMPO.CO, Jakarta - Deteksi dini menjadi upaya penting sebagai upaya penanganan kanker dan mencegah penyakit ditangani terlambat oleh tenaga medis. Spesialis onkologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang berpraktik di RS Omni Alam Sutra, Denni Joko Purwanto, mengungkapkan waktu tepat untuk mendeteksi tiga jenis kanker yang banyak dialami orang Indonesia, yakni payudara, leher rahim, dan kolorektal.
Denni, mengutip Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menyatakan 30 persen kanker dapat dikontrol apabila bisa ditangani secara dini.
"Pasien datang pada stadium awal bisa mendapatkan penanganan lebih dini ketimbang lanjut. Menunda terapi akan memperpanjang proses, stadium meningkat. Semakin tinggi stadium semakin rendah (peluang) kesembuhan," katanya.
Kapan deteksi dini sebaiknya dilakukan? Pada kasus pencegahan kanker payudara, orang yang berusia di atas 20 tahun sebelumnya bisa melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) setiap bulan. Pemeriksaan juga bisa dilakukan dokter setiap tiga tahun pada wanita berusia 20-30 tahun dan setiap tahun pada yang berusia di atas 40 tahun.
Lebih lanjut, wanita berusia di atas 40 tahun juga perlu melakukan mamografi tahunan. Kemudian, orang dengan risiko tinggi, seperti memiliki riwayat keluarga kanker, faktor genetik, harus lebih sering menjalani skrining.
Pada kasus kanker leher rahim, Denni menyarankan deteksi dini bisa dimulai tiga tahun setelah wanita aktif secara seksual tetapi tidak lebih cepat dari usia 21 tahun. Deteksi dini kanker ini bisa dilakukan setiap tahun melalui papsmear. Setelah usia 30 tahun, wanita dengan pemeriksaan pap smear tahunan yang normal tiga kali berturut-turut dapat menjalani pemeriksaan deteksi dini dengan rentang setiap 2-3 tahun.
Kemudian, pada wanita berusia di atas 70 tahun yang menjalani pemeriksaan pap smear dengan hasil normal tiga kali atau lebih berturut-turut dan tidak dijumpai abnormalitas dalam 10 tahun terrakhir tak perlu menjalani deteksi dini. Terakhir, khusus untuk kanker kolorektal, pria dan wanita berusia di atas 50 tahun tanpa faktor risiko disarankan menjalani salah satu dari deteksi dini, antara lain pemeriksaan darah samar tinja, sigmoidoskopi fleksibel setiap lima tahun, barium enema kontras ganda setiap lima tahun, atau kolonoskopi setiap 10 tahun. Sementara mereka dengan riwayat keluarga kanker kolorektal perlu memulai deteksi dini pada usia 40 tahun atau 10 tahun sebelum diagnosis awal kanker.
WHO menyatakan sekitar 43 persen kanker dapat dicegah melalui pola hidup sehat yang mencakup pola makan tinggi serat, seperti memperbanyak sayuran, buah dan bulir utuh, kemudian rendah lemak, yakni mengurangi konsumsi daging merah, daging olahan, dan menggantinya dengan ikan atau unggas untuk mencegah kanker saluran cerna dan payudara.
Hindari konsumsi zat kimia, termasuk perasa dan pewarna demi mengenyahkan risiko terkena kanker saluran cerna. Hindari juga minuman beralkohol, tembakau. Lakukan olahraga yang cukup untuk menghindari kegemukan, yakni 30 menit sebanyak lima kali dalam seminggu, dan menjaga kebersihan diri.
Upaya ini selain membantu mengenyahkan risiko kanker juga menurunkan peluang terkena diabetes, stroke, dan penyakit jantung koroner. Kementerian Kesehatan melalui gerakan masyarakat sehat sebenarnya sudah menggaungkan CERDIK atau Cek kesehatan rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet seimbang, Istrahat cukup, dan Kelola stres untuk membantu masyarakat Indonesia tetap sehat.
Baca juga: Awas, Disfungsi Ereksi Bisa Jadi Gejala Kanker Prostat