Pimpinan KPK Bicara Soal Sulitnya Mencetak Orang Jujur

Reporter

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (tengahi) bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) Ali Mukartono (kiri) dan Deputi Penindakan KPK Karyoto (kanan), menyampaikan keterangan kepada wartawan, usai melaksanakan gelar perkara atau ekspos kasus suap Djoko Tjandra, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 11 September 2020. KPK dan Kejagung berkoordinasi terkait perkembangan penanganan perkara suap yang menjerat Jaksa Pinangki, untuk membantu pengurusan fatwa bebas bagi terpidana korupsi hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra di Mahkamah Agung (MA). ANTARA FOTO/Reno Esnir
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (tengahi) bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) Ali Mukartono (kiri) dan Deputi Penindakan KPK Karyoto (kanan), menyampaikan keterangan kepada wartawan, usai melaksanakan gelar perkara atau ekspos kasus suap Djoko Tjandra, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 11 September 2020. KPK dan Kejagung berkoordinasi terkait perkembangan penanganan perkara suap yang menjerat Jaksa Pinangki, untuk membantu pengurusan fatwa bebas bagi terpidana korupsi hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra di Mahkamah Agung (MA). ANTARA FOTO/Reno Esnir

TEMPO.CO, Jakarta - Nurul Ghufron Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi KPK menegaskan pentingnya perilaku budaya antikorupsi di kalangan mahasiswa yang merupakan calon pemimpin bangsa. Menurutnya, pendidikan antikorupsi tak hanya diajarkan di kampus saja, melainkan juga di lingkungan keluarga dan masyarakat.

“Percuma jika pendidikan antikorupsi diajarkan di kampus, namun di tingkat pelayanan publik masih ada korupsi. Misal saat bikin SIM, mereka harus melakukan suap,” tutur Ghufron dikutip dari laman resmi UGM pada Selasa, 4 Mei 2021.

Dalam kuliah umum dalam rangka KPK Goes to Campus bertajuk Antikorupsi? Bisa Dimulai dari Kamu Menjadi Profesional Berintegritas, Ghufron menyebut pendidikan antikorupsi perlu diajarkan mulai dari pendidikan dasar. Lanjut ke pendidikan menengah hingga pendidikan tinggi. Bahkan, sikap kejujuran dan menjaga integritas juga dikedepankan di tingkat pelayanan publik dan masyarakat. Kini, ia memandang integritas sudah langka.

“Saat ini, banyak orientasi mahasiswa yang mengedepankan kesenangan semata. Tantangan kita, bagaimana mencetak orang jujur itu sulit. Buatnya sulit dan diperbaikinya sulit, karenanya calon alumni harus memiliki integritas,”ujarnya.

Ghufron menilai, sudah saatnya para calon alumni perguruan tinggi berpikir mendedikasikan dirinya bagi masyarakat. Tentunya tak lagi hanya berorientasi mencari kesenangan diri semata.

“Jika semua ingin mendedikasikan ke publik, maka perilaku mencuri hak orang lain atau publik tidak akan terjadi,” ujarnya.

Ghufron juga memaparkan data indeks persepsi korupsi terhadap proses pemberantasan korupsi Indonesia yang Kembali mengalami penurunan. Sebelumnya, Indonesia mendapat skor 40 di tahun lalu. Kini, menurun jadi 37. Ringkasnya, posisi Indonesia melorot ke rangking 102 dari sebelumnya di posisi 85 dari 180 negara.

Ia memandang maraknya perilaku korupsi di sektor dunia usaha dan politik adalah penyebab turunnya indeks persepsi korupsi.

”Kemudahan usaha di Indonesia masih membutuhkan suap. Meski sudah ada layanan satu pintu, ternyata tidak cukup hanya berkas saja sebagai syarat. Lalu, di sektor politik mulai dari pileg, pilpres dan pilkada, publik menganggap politik uang masih masif terjadi. Di politik masih penuh dengan suap,” jelasnya.

Disamping Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Panut Mulyono Rektor UGM dalam kesempatan yang sama juga menyampaikan bahwa pendidikan budaya antikorupsi perlu ditanamkan kepada generasi muda. Pemudalah yang bertindak sebagai pemegang estafet kepemimpinan Indonesia di masa depan.  “Budaya jujur dan tidak mau mengambil yang bukan haknya perlu menjadi karakter anak muda sebagai penerus kepemimpinan bangsa,” katanya.

ANNISA FEBIOLA 

Baca juga: 75 Pegawai KPK Tak Lolos TWK, LBH PP Muhammadiyah Akan Dampingi Gugat ke PTUN