TEMPO.CO, Jakarta - Post Power Syndrome merupakan istilah kejiwaan bagi orang-orang yang kehilangan kekuasaan atau jabatan yang diikuti dengan menurunnya harga diri.
Gejala dari post power syndrome berupa kondisi kejiwaan yang ditandai dengan depresi, gangguan kesehatan, atau perilaku yang menonjol-nonjolkan kekuasaan yang dalam kenyataannya tak dimilikinya lagi.
Selain itu, kurangnya gairah dalam menjalani hidup setelah pensiun, mudahnya tersinggung, menarik diri dari pergaulan, tidak mau kalah, tidak bisa atau tidak mau mendengar pendapat orang lain, suka mengkritik atau mencela pendapat orang lain, suka berbicara tentang kehebatan atau kesuksesannya dimasa Lalau.
Biasanya sindrom ini bisa muncul saat-saat pasca pensiun, terjadinya PHK, menurunnya ketenaran seorang artis atau seseorang yang memutuskan berhenti bekerja saat ia tengah berada pada posisi atau jabatan yang cukup penting.
Sebenarnya ada beberapa sikap Atau kepribadian yang sangat rentan mengalami sindrom ini, diantaranya seperti mereka yang sangat bangga akan jabatannya, senang dihormati, senang mengatur orang lain dan selalu menuntut agar keinginan atau perintahnya dituruti.
Sehingga, pada saat masa jabatan atau kekuasaannya berakhir, maka akan muncul gejala-gejala dari post power syndrome.
Meskipun sindrom ini bukan termasuk ke penyakit kejiwaan yang serius, namun post power syndrome perlu segera diatasi. Karena jika dibiarkan akan menyebabkan masalah kesehatan seperti munculnya darah tinggi ataupun depresi.
Dilansir dari Kementerian Sosial, berikut tips-tips menghadapi orang dengan post power syndrom:
1. Menerima dan memaklumi.
Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, gejala pada post power syndrom yaitu menarik diri dari pergaulan atau kurang bersosialisasi. Jika hal ini terjadi, yang perlu dilakukan yaitu tetap sabar, jangan menghindar atau menjauhi.
2. Memberi kesibukan baru.
Cara ini mungkin bisa membantu penderita post power syndrome, karena dengan memiliki kesibukan maka pikiran orang tua ataupun yang termasuk kepala penderita post power syndrome akan dapat teralihkan.
3. Berkomunikasi.
Tetap menjaga komunikasi dengan baik antar sesama, seperti yang di jelaskan pada poin pertama jangan mencoba untuk menghindari ataupun menjauhi.
4. Meminta bantuan orang ketiga.
Jika merasa tidak mampu menghadapi situasi post power syndrome, maka mintalah bantuan orang ketiga, seperti kepada teman, pemuka agama, ataupun ke psikolog.
ASMA AMIRAH
Baca: Ketika Sebagian Kita Harus Pensiun-pensiun Dini di PHK di Tengah Pandemi