TEMPO.CO, Jakarta - Seperti apa efek yang akan ditimbulkan kepada seseorang jika terus menerus terpapar hoaks atau informasi yang salah? Psikiater Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, dr. Gina Anindyajati, Sp.KJ, mengatakan secara kognitif akan semakin malas menyaring berita dan mudah mempercayai sesuatu yang familiar atau bisa karena biasa.
"Karena kita biasa mendengar hal yang tidak benar dan ini didengar banyak orang juga, misal berita palsu yang viral, maka kita perlahan akan meyakininya sebagai sebuah kebenaran," katanya.
Hal ini, tentu saja membahayakan karena membuat orang menjadi terlena dan terjerumus dalam informasi yang salah sehingga berisiko mengambil keputusan yang tidak tepat dan bisa membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
"Informasi yang masuk ke otak akan diterima oleh saraf otak dan menghasilkan respons tertentu, begitu juga dengan berita palsu. Neurons that fire together, wire together sehingga ketika jalur informasinya hendak diubah akan sulit mengubahnya karena sudah terbiasa, karena individu tersebut tidak memahami itu adalah hal yang salah karena sudah terlalu yakin," jelas psikiater di Angsamerah Institution itu.
Gina membagikan sejumlah langkah yang bisa diambil masyarakat untuk menangkal sebaran hoaks dan berita tidak benar, terutama di masa pandemi yang mungkin masih menimbulkan kepanikan tersendiri di kalangan masyarakat luas. Pertama, penting untuk memusatkan perhatian pada apa yang dibaca, bukan sebagai sambilan atau selewatan saja tapi fokus pada apa yang dilihat, dibaca, dan dipahami.
"Berusaha untuk sadar penuh akan aktivitas yang dikerjakan sehingga juga bisa mengambil keputusan mengenai tindakan apa yang akan dilakukan berikutnya," ujar Gina.
Selanjutnya bersabar. Menurutnya, ketika akan menyebarkan informasi, usahakan untuk bersabar dan melakukannya dengan perlahan, bukan dalam kondisi terburu-buru. "Pastikan kita telah mengambil waktu untuk memahami apa yang akan kita bagi," imbaunya.
Ketiga menyatakan atau menyampaikan fakta dengan bahasa yang lugas dan sederhana. Bila ada informasi yang hendak disebarluaskan maka gunakanlah bahasa yang mudah dimengerti dan menampilkan fakta.
"Terakhir adalah melakukan konfirmasi dan pengecekan terhadap fakta. Pastikan kita sudah melakukan pengecekan ulang berkaitan dengan fakta yang akan kita bagikan," jelasnya.
Di sisi lain, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga menyediakan informasi klarifikasi terkait hoaks dan disinformasi di situs resminya. Masyarakat cukup membuka laman https://www.kominfo.go.id/ lalu masuk ke menu "Publikasi" dan pilih "Laporan Isu Hoaks".
Tak hanya itu, pemerintah bekerja sama dengan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCEN) pada Januari 2021 membuat situs resmi pencarian kebenaran informasi, yang bisa diakses melalui situs http://s.id/infovaksin. Situs ini merupakan hasil kerjasama dengan KPCEN dan berbagai kementerian, lembaga dan organisasi terkait di Indonesia, dan hadir sebagai pusat (hub) komunikasi publik terintegrasi yang meliputi informasi terkait upaya penanganan COVID-19, vaksinasi COVID-19, serta pemulihan ekonomi nasional.
Lebih lanjut, ada tiga langkah untuk mencari dan membuktikan hoaks. Pertama, pengguna membuka tautan http://s.id/infovaksin, klik "cek & buktikan hoaks". Lalu, masukkan kata/kalimat yang ingin dicari dan klik ikon kaca pembesar/search. Selanjutnya, artikel penjelas hoaks terkait akan muncul dan dapat diakses dan dibaca sesuai fakta.
Baca juga: Pengaruh Hoaks pada Sisi Psikologis Menurut Psikiater