TEMPO.CO, Jakarta - Delusi merupakan gangguan mental serius yang juga dikenal dengan psikosis, yang ditandai dengan ketidaksinambungan antara pemikiran, imajinasi, emosi dengan realitas yang sebenarnya. Penderita delusi sangat mempercayai apa yang ia bayangkan, meski hal tersebut tidak sesuai kenyataan.
Penderita delusi akan menunjukkan beberapa gejala termasuk mudah tersinggung, mudah marah, atau suasana hati buruk, mengalami halusinasi (melihat, mendengar, atau merasakan hal-hal yang tidak benar-benar ada).
Melansir Cleveland Clinic, terdapat enam jenis delusi yang dapat dialami penderitanya, yakni:
Erotomania, penderita delusi ini sering mengalami perasaan bahwa orang lain yang bahkan tak dikenal suka pada dirinya. Bahkan tak jarang pengidap delusi erotomania mencoba menghubungi seseorang yang menjadi objek delusi, dan kadang sampai mengutintnya.
Grandiose, orang dengan delusi ini memiliki harga diri, kekuasaan, pengetahuan, atau identitas yang berlebihan. Mereka mungkin percaya bahwa dirinya memiliki bakat yang hebat atau telah membuat penemuan penting.
Cemburu, mereka yang mengidap delusi cemburu percaya bahwa pasangannya atau pasangan seksualnya tidak setia.
Penganiayaan, pengidap delusi jenis ini percaya bahwa dia maupun orang terdekatnya sedang dianiaya, atau percaya bahwa ia dan orang terdekatnya sedang dimata-matai seseorang yang berniat mencelakai. Tidak jarang orang dengan gangguan ini berulang kali membuat keluhan kepada otoritas hukum.
Somatik, seseorang dengan jenis gangguan delusi ini percaya bahwa dia memiliki cacat fisik atau masalah medis.
Campuran, jenis delusi campuran terjadi saat seseorang memiliki dua atau lebih jenis delusi yang sudah disebutkan.
Sementara itu, penyebab terjadinya delusi belum diketahui. Namun para peneliti sedang melihat peran berbagai faktor genetik, biologis, dan lingkungan atau psikologis.
Genetik, seperti gangguan mental lainnya, gangguan delusi juga memiliki kecenderungan diturunkan dari orang tua kepada anak-anaknya.
Biologis, para peneliti sedang mempelajari bagaimana kelaianan pada area otak tertentu mungkin terlibat dalam perkembangan gangguan delusi. Ketidakseimbangan bahan kimia tertentu di otak, yang disebut neurotransmitter, juga telah dikaitkan dengan pembentukan gejala delusi. Neurotrasmitter adalah zat yang membantu sel-sel saraf di otak mengirimkan pesan satu sama lain. Ketidakseimbangan dalam bahan kimia ini dapat mengganggu transmisi pesan, yang menyebabkan gejala.
Lingkungan atau psikologis, bukti menunjukkan bahwa gangguan delusi dapat dipicu oleh stres, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan. Orang-orang yang cenderung terisolasi, seperti imigran atau mereka yang memiliki penglihatan dan pendengaran buruk juga agak lebih rentan mengembangkan gangguan delusi.
DELFI ANA HARAHAP