TEMPO.CO, Jakarta - Para ahli sudah mengingatkan hadirnya Covid-19 varian Delta sejak beberapa waktu lalu. Virus corona jenis ini memiliki karakter yang berbeda dibanding jenis lain yang ditemukan di beberapa negara.
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengelompokkan Covid-19 dalam dua kategori, yakni Variant of Interest atau VOI dan Variant of Concern atau VOC. Variant of Interest merupakan jenis Covid-19 yang terjadi pada beberapa kasus dan membutuhkan identifikasi lebih lanjut. Jenis Covid-19 yang masuk kategori ini adalah Epsion, Zeta, Eta, Theta, Lota, Kappa, dan Lambda.
Sementara Variant of Concern adalah jenis virus corona yang sudah diketahui karakteristiknya dan memicu kasus massal di berbagai tempat. Jenis Covid-19 yang masuk kelompok ini adalah Alpha, Beta, Gamma, dan Delta. Khusus varian Delta, berbagai studi menunjukkan Covid-19 jenis ini memiliki tingkat penularan tertinggi, yakni 60 persen.
Covid-19 varian Delta atau B.1617.2 merupakan jenis baru yang pertama kali ditemukan di India pada 4 April 2021. Covid-19 varian Delta memicu lonjakan kasus di India. Mengutip data Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian kesehatan, Covid-19 varian Delta pulang yang menjadi pemicu naiknya kasus di Indonesia akhir-akhir ini.
Menurut data Satgas Penanganan Covid-19, hingga 1 Juli 2021 tercatat lebih dari 2,1 juta kasus Covid-19 di Indonesia. Berikut lima fakta tentang Covid-19 varian Delta yang penting untuk diketahui:
- Risiko penularan 60 persen
Penasihat Kelompok Ilmiah untuk Keadaan Darurat dari University College London, Andrew Hayward mengatakan Covid-19 varian Delta memiliki daya penularan hingga 60 persen. Angka ini paling tinggi di antara jenis virus corona lainnya, yakni Alpha, Beta, dan Gamma."Potensi penularan yang tinggi itu mengakibatkan varian ini mendorong percepatan gelombang kasus Covid-19," kata Hayward seperti dikutip dari laman British Medical Journal atau BMJ. Terbukti, Covid-19 varian Delta membuat kurva kasus naik hingga dua kali lipat.
- Efektivitas vaksin untuk Covid-19 varian Delta
Analisis Public Health England menunjukkan vaksin Pfizer-BioNTech memiliki tingkat efikasi sebesar 88 persen dan vaksin Oxford-AstraZeneca dengan efikasi 60 persen terhadap Covid-19 varian Delta, dua minggu setelah penyuntikan dosis kedua. Artinya, jika baru mendapatkan vaksinasi tahap pertama, daya tahan tubuh belum terbentuk sempurna dan berpotensi menimbulkan gejala yang relatif lebih berat ketimbang mereka yang sudah mendapatkan vaksinasi lengkap.IklanScroll Untuk Melanjutkan - Serangan utama ke saluran pernapasan
Covid-19 varian Delta memiliki target utama ke saluran pernapasan. Keluhan yang umum dirasakan adalah napas pendek dan berat, hingga batuk ringan sampai kronik. British Medical Journal menyatakan informasi yang mereka dapatkan menunjukkan, Covid-19 varian Delta yang menargetkan serangan ke saluran pernapasan inilah yang membuat infeksi lebih mudah menyebar lewat udara. - Memicu lonjakan kasus Covid-19 dunia
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan sebanyak 85 negara telah terpapar Covid-19 varian Delta. "Penyebaran kian cepat karena sebagian besar negara-negara itu belum tuntas menjalankan vaksinasi," katanya. - Anak dan remaja lebih rentan terpapar
Penasihat medis Gedung Putih Amerika Serikat, Anthony Fauci, menyatakan anak dengan rentang usia 5 hingga 12 tahun dan dewasa muda 18 hingga 24 tahun, berisiko lima kali terkena Covid-19 varian Delta. Virus corona jenis ini belum banyak ditemukan menginfeksi lansia dengan umur lebih dari 65 tahun.
FAHIRA NOVANRA | SATGAS COVID-19 | KEMENKES | WHO | BMJ | WEBMD | UN
#CuciTangan #JagaJarak #PakaiMasker #DiamdiRumah
Baca juga:
Gejala Covid-19 Varian Delta, Apa Beda dengan Pendahulunya?