TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mengatakan mutasi virus corona jenis baru penyebab COVID-19 dipengaruhi perilaku dan kondisi manusia sebagai inang.
"Mutasinya itu yang akan mempengaruhi, dia (virus) hidup di orang. Dia hidup di orang-orang yang berbeda pasti gampang bermutasi, makanan orang itu berbeda, kemudian antibiotiknya berbeda, antivirusnya berbeda, pasti akan bermutasi," kata Yunis.
Karena virus menyesuaikan diri dengan kondisi manusia dan lingkungan, maka mutasi virus terjadi dan memungkinkan munculnya varian baru COVID-19. Hal yang sama dikemukakan epidemiolog Universitas Andalas, Defriman Djafri, yang juga Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas.
Defriman mengatakan virus membutuhkan inang untuk dapat bereplikasi dan berkembang biak. Dalam kasus COVID-19, virus SARS-CoV-2 sebagai agen penyakit COVID-19, inangnya adalah manusia sebagai penjamu dan lingkungan sebagai pendukung interaksi inang. Virus tersebut bermutasi untuk bisa beradaptasi dengan kondisi manusia dan lingkungan sehingga bisa bertahan hidup.
Ia menuturkan semakin banyak penularan, potensi mutasi virus juga besar terjadi. Untuk menghindari terjadi mutasi maka perlu mengendalikan manusia supaya tidak terjadi penularan dan tentunya tidak terjadi mutasi.
"Kalau manusianya tidak mau diatur melalui pembatasan yang dilakukan, beradaptasilah dengan cerdas, dengan memahami faktor risiko, jalur pemajanan, serta patuhi protokol kesehatan dengan cerdas," tuturnya.
Baca juga: Jika Keluarga Positif Covid-19, ini Cara Antisipasi Gejala Kontak Erat