TEMPO.CO, Jakarta - Ada berbagai alasan orang tidak percaya pada COVID-19 yang membuat kehidupan berubah drastis selama hampir dua tahun ini. Salah satunya karena lebih percaya pada teori konspirasi. Psikolog Rininda Mutia dari Universitas Indonesia mengatakan orang-orang yang tidak percaya COVID-19 biasanya punya cara berpikir yang kurang kritis.
"Mereka sangat mudah menerima informasi baru, mendapatkan sugesti yang tergantung dari lingkungan pergaulannya. Kalau dia tergabung dalam grup Whatsapp yang tidak percaya COVID-19 dan banyak informasi tidak benar, ia akan percaya," tutur Rininda.
Rininda menjelaskan orang-orang yang terlalu banyak terpapar hoaks tapi tidak dibarengi dengan cara berpikir kritis bisa ikut termakan informasi yang tidak benar dan pada akhirnya mempercayai COVID-19 tidak ada meski virus ini telah merenggut banyak korban jiwa.
Oleh karena itu, pilih-pilih pergaulan yang tepat di mana informasi yang diberikan oleh rekan-rekan terdekat berasal dari sumber yang terpercaya, bukan rumor semata. Jika perlu, tidak perlu masuk grup Whatsapp yang terlalu sering berbagi informasi yang kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Alasan lain orang tidak percaya COVID-19 adalah rasa takut dan khawatir yang berujung kepada penyangkalan, kata Rininda.
"Itu adalah salah satu pertahanan diri manusia, ketika merasa ada sesuatu yang lebih besar dari dia tapi dia tidak siap menghadapinya, jadi dia menyangkal bahwa COVID-19 tidak ada," jelas Rininda.
Penyangkalan terjadi karena orang tidak siap menghadapi kenyataan ada hal berbahaya di hadapannya. Dengan menolak menerima kenyataan, ia menganggap dirinya akan merasa tenang. Padahal, jauh di lubuk hati ketenangan itu sebetulnya sedang bergejolak.
Bila ada teman atau anggota keluarga yang tidak percaya COVID-19, Rininda menyarankan supaya diberi penjelasan dan meluruskan informasi. Urusan apakah dia akan berubah pikiran bukan masalah kita sebab itu berada di luar kontrol. Jika memang tidak ada titik temu, terimalah bahwa tidak setiap perdebatan berujung pada kesepahaman yang sama. Menurut Rininda, ada kalanya kita harus setuju untuk tidak setuju.
"Kita tidak bisa memaksakan hal tersebut kepada orang lain. Jangan memikirkan sesuatu di luar kontrol karena bikin frustrasi dan merasa tidak berdaya," pesannya.
Rininda kemudian berpesan agar kita bisa mengendalikan apa yang bisa dikontrol sendiri, seperti disiplin menjaga protokol kesehatan dan vaksinasi untuk mempercepat kekebalan komunal.
Baca juga: Minum Vitamin D Berlebihan, Awas Keracunan