TEMPO.CO, Jakarta - Trauma akibat pelecehan seksual bisa terbawa seumur hidup. Ketua Laboratorium Intervensi Sosial dan Krisis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Dicky Pelupessy, mengatakan sulit untuk benar-benar mengetahui kapan trauma akibat pelecehan seksual dapat sembuh sempurna.
“Kita tidak pernah tahu kapan luka itu akan sembuh. Trauma itu pada dasarnya kata lain dari luka. Jadi luka yang tertutup, kita tidak pernah tahu kapan tertutupnya,” kata Dicky.
Ia mengatakan trauma yang timbul akibat mengalami pelecehan seksual tidak dapat secara pasti dapat diketahui. Hal tersebut tergantung dari seberapa besar trauma yang dirasakan. Sulitnya mengetahui apakah korban telah memaafkan pelaku, melupakan kejadian, atau mengikhlaskan kejadian tersebut juga menjadi hal kedua yang membuat korban kesulitan pulih dari trauma. Lebih lanjut, dia menjelaskan luka psikologis yang berdampak pada korban memiliki waktu pemulihan tak kenal waktu, seberapa lama trauma tersebut akan terus ada.
“Munculnya luka itu, konsepnya kita tidak akan pernah bisa pastikan. Kalau kita jatuh, langsung terlihat lukanya. Tapi trauma terhadap jatuh, itu munculnya mungkin tidak sekarang. Munculnya bisa pekan depan, bulan depan, atau tahun depan, tergantung seberapa traumatis peristiwa itu,” jelasnya.
Dicky juga membeberkan pelecehan seksual tidak hanya dapat merenggut rasa percaya diri korban tetapi juga rasa aman, kepercayaan terhadap orang lain, harapan korban pada masa depan, serta rasa diri yang berharga. Oleh sebab itu, dia menyarankan kepada orang lain yang tidak merasakan untuk tidak menganggap sepele seberapa lama kejadian tersebut telah menimpa seseorang. Sebaliknya, ia meminta orang tua dan orang-orang di sekitar korban mempertimbangkan kondisi psikologis korban.
“Kondisi korban harus dipertimbangkan. Kita tidak tahu korban sudah pulih dari kesakitan atau belum dan kalau berbicara soal pemulihan korban, salah satunya apakah kemudian pelaku sudah termaafkan atau belum,” ujarnya.
Ia menyarankan orang tua dari anak yang menjadi korban pelecehan seksual untuk terus memberikan pendampingan dan menjalankan tugas sebagaimana wajarnya. Dia menyarankan orang tua tidak menyalahkan anak karena akan membuatnya semakin terluka.
“Yang dapat pendampingan saja itu tidak mudah untuk bisa pulih, apalagi kalau kita temukan dia yang tidak memiliki kemungkinan (untuk didampingi),” katanya.
Untuk orang tua dari anak yang bukan merupakan korban pelecehan seksual, Dicky menyarankan untuk memberikan edukasi seputar pertahanan diri yang dapat digunakan anak untuk melindungi diri dari bahaya.
“Itu akan meningkatkan confidence mereka menghadapi terjadinya hal-hal yang akan menyakiti, meskipun tidak menjamin orang tidak akan terluka. Orang tetap bisa terluka walaupun ada upaya, tapi setidaknya ada perlawanan. Itu akan memberikan dampak yang berbeda,” ucapnya.
Baca juga: 8 Tips Bagi Orang Tua untuk Menjaga Anak dari Predator Seks