TEMPO.CO, Jakarta - Anak laki-laki dari kecil seringkali diajari untuk tidak boleh menangis. Anak laki-laki yang menangis sering dipandang sebagai anak yang lemah. Mengapa begitu?
"Secara tradisional, laki-laki dipandang lemah atau tidak jantan dalam beberapa hal jika mereka mengekspresikan diri mereka melalui tangisan," kata psikolog, Fiona Forman, seperti yang dilansir Tempo dari laman Irish Times, Selasa, 10 September 2019.
Seringkali orangtua mengajari anak laki-laki supaya tidak boleh menangis dan menekan emosi mereka. Orangtua seperti itu mungkin merasa sudah melindungi anak laki-laki dari penilaian orang lain dan mempersiapkan anak laki-lakinya untuk menghadapi 'dunia nyata'.
Tetapi, mendorong anak laki-laki untuk menekan emosi mereka bisa merusak kesehatan mental mereka di kemudian hari. Dengan meningkatnya depresi bagi pria, bunuh diri adalah penyebab utama kematian pria muda.
Menangis, kata Forman, adalah eksresi yang sangat sehat untuk mengekspresikan kesedihan dan kekecewaan. Menekan ekspresi untuk tidak menangis bisa menyebabkan anak laki-laki menjadi terbiasa untuk tidak menangis.
"Dalam jangka panjang, ini dapat berdampak negatif pada kemampuan mereka untuk mengelola emosi ini dan tentu saja akan berdampak negatif pada kesehatan mental mereka. Dan mungkin pada kemampuan mereka untuk membentuk hubungan yang dekat, terbuka, dan jujur sebagai orang dewasa," jelas Forman.
Menurut orang Samaria di Irlandia, pria empat kali lebih mungkin untuk bunuh diri dibandingkan wanita. Tingkat bunuh diri tertinggi untuk pria berusia 25 hingga 34 tahun.
Dalam penelitian tentang tingkat bunuh diri, salah satu alasan untuk mengakhiri hidup adalah budaya. Pria diharapkan supaya kuat, tabah, dan tidak emosional. Paradigma laki-laki alfa ini bisa bersifat destruktif bagi para pria.
AMELIA RAHIMA SARI
Baca juga: Manfaat Menangis yang Perlu Anda Tahu