TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah telah mengizinkan pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) untuk wilayah yang masuk dalam zona Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 1 sampai 3. Namun, kebijakan ini tentu menimbulkan perdebatan dan kekhawatiran di kalangan orang tua.
Sebagian merasa senang dapat melihat anak kembali berinteraksi secara langsung dengan guru dan teman-teman. Namun, tidak sedikit yang khawatir untuk melepas anak kembali belajar di sekolah, terutama anak yang berusia di bawah 12 tahun dan belum mendapatkan vaksin COVID-19.
Dokter spesialis anak Natasya Ayu Andamari memberikan sejumlah kiat tindakan pencegahan yang bisa dilakukan orang tua sebelum melepas anak Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas di sekolah. Berikut berapa tindakan preventif yang dapat dilakukan sebelum melepas anak sekolah tatap muka.
Mengevaluasi kembali aturan yang ditetapkan sekolah
Orang tua perlu meninjau aturan yang ditetapkan pihak sekolah sebelum memutuskan dan mengizinkan anak kembali ke sekolah tatap muka.
“Peraturan yang cukup aman, antara lain paling tidak semua staf di sekolah sudah vaksinasi COVID-19, kemudian penerapan protokol kesehatan, peraturan keluar-masuk anak di sekolah, peraturan jam istirahat, sistem pengajaran, jumlah murid di kelas, dan seterusnya. Hal-hal seperti itu perlu dipertimbangkan orang tua,” kata Natasya. Ia mengatakan jika orang tua telah merasa yakin terhadap tingkat keamanan protokol kesehatan di sekolah maka dipersilakan untuk mengizinkan anak ke sekolah.
Melengkapi imunisasi
Saat ini, vaksin COVID-19 baru tersedia untuk kelompok usia di atas 12 tahun sementara kusia 6-11 tahun belum tersedia. Meski demikian, Nastasya mengingatkan orang tua tetap perlu memastikan kelengkapan imunisasi-imunisasi lain.
“Terkadang ibu lupa, kelompok usia 5 sampai 7 tahun itu ada beberapa imunisasi booster yang harus dilakukan lagi. Kadang ibu merasa saat anak berusia 2 tahun, imunisasinya sudah selesai, padahal ternyata ada lagi yang mesti dilakukan. Coba dicek lagi dan dilengkapi,” ujar dokter yang berpraktik di Rumah Sakit Umum Bunda Jakarta itu.
Memantau angka kejadian COVID-19
“Terkait hal ini, orangtua juga perlu melihat tingkat positivity rate. Kalau sewaktu-waktu kasusnya naik lagi mungkin kita bisa tahan dulu anak supaya tidak ke sekolah atau izin dulu dari sekolah,” tutur Natasya.
Menyekolahkan anak tanpa kormobid
Nastasya mengatakan anak-anak yang memiliki penyakit penyerta atau kormobid sangat rentan terkena penyakit. Ia menyarankan jika suatu hari anak yang memiliki kormobid tiba-tiba sakit dan mengalami batuk atau pilek, sebaiknya tidak diperbolehkan pergi ke sekolah.
“Saran saya sebaiknya tidak disekolahkan dulu sampai nanti vaksin COVID-19 untuk anak keluar. Lagi pula, sekarang vaksin untuk kelompok usia 6 sampai 11 tahun masih dalam tahap penelitian, mudah-mudahan nanti segera tersedia,” harap Natasya.
Tetap membatasi lingkaran pertemuan
Natasya mengatakan orang tua perlu mengusahakan untuk membatasi lingkar pertemuan ketika telah memutuskan dan mengizinkan anak sekolah tatap muka. Menurutnya, kebijakan pembatasan tersebut membutuhkan kebijaksanaan dari semua orang tua.
“Mungkin kita sudah menjaga diri dan briefing anak jauh-jauh hari, tapi anak orang lain kita belum tahu kondisinya seperti apa. Kemudian, jangan sampai misalnya anak sekolah hari Senin ternyata pada hari Minggu mereka jalan-jalan dan bertemu orang banyak. Itu bisa membahayakan anak-anak lain pada saat di sekolah,” paparnya.
Baca juga: Beri Pemahaman Anak tentang Disiplin Protokol Kesehatan sebelum PTM