TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat menganggap demensia atau pikun merupakan kondisi yang lazim dialami oleh para lanjut usia atau lansia. Padahal penyakit ini sejatinya bisa dideteksi sejak dini untuk mencegah tingkat keparahannya.
Data Alzheimer’s Disease International atau ADI memperkirakan kasus demensia Alzheimer akan meningkat dari 55 juta menjadi 78 juta pada 2030. Kondisi tersebut diperparah oleh pandemi Covid-19, di mana aktivitas para lansia menjadi sangat terbatas dan kesulitan bersosialisasi. Keadaan ini secara tidak langsung memicu peningkatan kasus demensia Alzheimer.
Direktur Eksekutif Alzheimer Indonesia atau ALZI, Michael Dirk R. Maitimoe mengingatkan pentingnya seseorang yang menginjak usia lanjut untuk melakukan deteksi dini apabila muncul tanda-tanda, seperti pikun, lupa arah pulang, hingga gangguan berkomunikasi yang mengganggu aktivitas keseharian. "Anggota keluarga yang tinggal bersama lansia atau lansia itu sendiri dapat melakukan indentifikasi awal untuk mengetahui gejala demensia Alzheimer," kata Michael dalam jumpan pers daring berjudul "Kenali Demensia Alzheimer dan Pentingnya Deteksi Dini" pada Jumat, 24 September 2021.
Berikut sepuluh gejala demensia Alzheimer. Jika pendamping atau lansia itu sendiri merasakan gejala tersebut, sebaiknya segera berkonsultasi ke dokter spesialis saraf, psikiatri, atau geriatri.
- Gangguan daya ingat
Salah satu gejala paling menonjol adalah sering lupa. Lupa di mana parkir, lupa membuat janji, lupa menaruh kacamata, mengulang percakapan yang sama, dan sebagainya. Orang dengan demensia memiliki frekuensi lupa yang sangat tinggi. - Sulit fokus
Orang dengan demensia sulit fokus saat mengerjakan sesuatu. Misalkan ketika diminta berhitung dengan bilangan sederhana, mereka sudah tidak bisa runut dan membutuhkan waktu lebih lama dari biasanya untuk melakukan suatu pekerjaan. - Sulit melakukan kegiatan yang biasa dikerjakan
Orang tersebut kesulitan merencanakan atau menyelesaikan tugas sehari-hari. Sering bingung bagaimana memulai suatu kegiatan, padahal selama ini dia sudah terbiasa melakukannya. - Disorientasi
Bingung atau disorientasi ruang dan waktu. Orang dengan demensia sering kali bingung di mana mereka berada dan bagaimana mereka sampai ke suatu tempat. Ini pula yang sering mengakibatkan lansia tersasar atau hilang. - Kesulitan memahami visuospasial
Kesulitan membaca, mengukur jarak, susah membedakan warna, tidak mengenali wajah sendiri di cermin, menabrak cermin sampai tidak tepat saat menuang air ke dalam gelas.IklanScroll Untuk Melanjutkan - Gangguan komunikasi
Orang dengan demensia tak jarang kesulitan saat menyampaikan sesuatu, sulit mencari kata yang tepat, sering berhenti di tengah percakapan, dan bingung untuk melanjutkan kalimat yang hendak diucapkan. - Menaruh barang tidak pada tempatnya
Masih imbas dari lupa tadi, orang dengan demensia terkadang menuduh orang lain mencuri atau menyembunyikan benda miliknya. Padahal dia sendiri yang tidak meletakkan barang tersebut pada tempatnya. - Salah membuat keputusan
Orang dengan demensia tak mampu lagi mematutkan penampilan. Kerap memakai busana yang tidak serasa, cenderung tidak bisa merawat diri dengan baik, dan tak dapat memperhitungkan transaksi, sehingga kerap memberikan uang dalam jumlah yang lebih banyak dari seharusnya. - Menarik diri dari pergaulan
Enggan berkumpul dengan keluarga dan teman, lebih memilih sendiri, ogah bertemu dengan orang lain, dan tidak antusias lagi dengan hobi yang biasa dijalani. - Perubahan perilaku dan kepribadian
Emosi yang berubah secara drastis juga menjadi pertanda Alzheimer. Orang dengan demensia kerap menaruh curiga, depresi, atau bergantung secara berlebihan kepada anggota keluarga. Mereka juga lebih sensitif, sehingga gampang kecewa dan merasa putus asa.
Michael mengingatkan agar masyarakat jangan memaklumi pikun. Demensia atau pikun, menurut dia, bukan bagian dari proses penuaan normal. "Ini adalah krisis kesehatan paling signifikan di abad ke-21," ujarnya. Adapun prevalensi demensia di Indonesia, menurut World Alzheimer's Report pada 2016 mencapai empat juta jiwa pada 2050.
Baca juga:
Tak Hanya Lansia, Orang Muda pun Bisa Terserang Alzheimer