TEMPO.CO, Jakarta - Berdasarkan data Asosiasi Jantung Indonesia, angka kejadian kelainan jantung bawaan (KJB) di negeri ini diperkirakan mencapai 43.200 kasus dari 4,8 juta kelahiran hidup atau 9: 1.000 kelahiran hidup setiap tahun. Anak dengan penyakit jantung bawan memiliki kelainan pada fungsi maupun struktur jantung.
Spesialis anak konsultan kardiologi, dr. Rahmat Budi Kuswiyanto, mengatakan orang tua berperan penting dalam deteksi dini kelainan jantung bawaan (KJB) pada anak dan mengoptimalkan perawatan dan intervensi untuk meningkatkan usia harapan hidup dan kualitas hidup anak dengan KJB.
"Merawat anak dengan KJB tidak sama dengan anak normal. Orang tua anak dengan KJB harus selalu memastikan anak mendapatkan penanganan dan perawatan sesuai kondisinya. Keberhasilan penanganan anak dengan KJB dapat mengoptimalkan tumbuh kembang dan meningkatkan kualitas hidup anak," ujar Rahmat.
Rahmat memaparkan saat lahir tidak semua anak dengan KJB menunjukkan gejala. Pemeriksaan saturasi oksigen pada anak baru lahir dapat menjadi pemeriksaan dalam deteksi dini penyakit jantung bawaan. Tindakan yang dilakukan jika ditemukan gejala adalah stabilisasi dan pertolongan pertama untuk memperbaiki keadaan umum. Selanjutnya kontrol rutin sesuai anjuran untuk memantau perkembangan penyakit, diagnosis KJB, dan penentuan intervensi.
Penanganan KJB disesuaikan dengan jenis kelainan dan tingkat keparahan. Meski telah mendapatkan intervensi, anak dengan KJB masih mengalami tantangan kesehatan karena mengalami pertumbuhan terus menerus, memiliki komposisi tubuh yang bervariasi, dan membutuhkan energi yang adekuat.
Rahmat menambahkan tujuan penanganan KJB berorientasi untuk mencapai sasaran medis (meningkatkan kapasitas fungsional, mengontrol faktor risiko, mencegah progresivitas penyakit, dan mengurangi risiko kematian) dan sasaran layanan kesehatan (mengurangi waktu perawatan, penggunaan obat-obatan, dan perawatan ulang). Selain itu, orang tua anak dengan KJB juga perlu mewujudkan sasaran psikologis (meningkatkan kualitas hidup dan kepercayaan diri, mengatasi kecemasan dan depresi anak) dan sasaran sosial (dapat menjalani kehidupan sosial).
"Padahal jantung dibutuhkan untuk memompa darah supaya mengalir ke seluruh tubuh untuk membawa oksigen dan nutrisi bagi setiap sel tubuh," tuturnya.
Meningkatnya pengeluaran energi dan asupan nutrisi yang tidak memadai membuat anak mudah kelelahan, napas pendek, hingga pingsan. Ketidakseimbangan energi jika tidak diatasi dengan tepat dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi dan gagal tumbuh.
Baca juga: Risiko Kematian Akibat Serangan Jantung Mengintai Orang Obesitas